Negeri Berkabut

Brrrr... entah kapan saya akan terbiasa. Saya lahir di tempat ini. Sayangnya, tumbuh besar di tempat yang berbeda. Negeri Berkabut itu, sebut saja... Lembang. Yup, Lembang adalah sebuah irisan dari kota Bandung. Kabupaten Bandung Barat, begitu orang-orang menyebutnya. Entah berapa MPDL, saya tidak pernah tahu. Tapi yang jelas, dari Bandung, jika ingin menuju Lembang, harus melewati jalan panjang berkelok-kelok, dan tentu saja, nanjak.
Hmm, kalau boleh  flashback ke belakang, dulu saya sempat punya mimpi. Ingin menjadi seorang dosen yang punya jam terbang tinggi. Wanita karir yang sukses dan cerdas. Tidak pernah ada di rumah. Berpenghasilan banyak lalu bisa ini, itu, ini, itu. Sebut saja itu Plan A hidup saya. Plan A itu tercetus ketika saya masih remaja, masih anak sekolahan. Tapi seiring usia yang bertambah, ternyata rencana itu sedikit demi sedikit bergeser...
...bergeser menjadi kesederhanaan. Sungguh, saya pernah bermimpi, saya ingin hidup di desa. Mengajar di sebuah SD kecil yang serba tertinggal. mungkin bisa di dramatisir dengan atap bolong dan bocor setiap hujan. Ngajar di pagi hari, pulang tengah hari, menjalani tugas-tugas isteri sebagaimana mestinya, lalu sorenya mengajak anak-anak sekitar rumah untuk mengaji di rumah saya...
Lalu di sana, saya tinggal dengan suami sholeh yang juga hidup sederhana. Mempunyai rumah kecil di desa itu, tapi berhalaman luas. Dan halaman itu, tentu saja, tanpa dibatasi pagar. Rumah kecil dengan halaman luas tanpa pagar... terdengar begitu menggiurkan. Sebut saja, itu adalah Plan B.
Tapi itu benar-benar hanya rencana. Rencana yang tidak pernah benar-benar saya usahakan. Lalu sekarang saya melihat pada diri sendiri. Betapa Allah Maha Baik. Plan B yang tidak pernah saya rencanakan dengan matang. Hanya hinggap sebentar di otak, lalu lupa. Hmm, ternyata Allah lebih mengingat gumaman hati saya, lebih ingat daripada saya sendiri.
Dan lihatlah. Kini saya benar-benar tinggal di sebuah desa. Dan saya mengajar anak SD. Dan saya mengajar mengaji. Dan saya punya suami (yang mudah-mudahan sholeh). Bagaimana Allah menggerakkan hidup saya menuju negeri berkabut itu, lengkap dengan atribut yang dulu pernah saya minta.
Mungkin memang ada beberapa yang meleset dari keinginan saya. Bahwa ternyata walaupun ngajar SD, saya tetap seperti orang kantoran yang pulang sore. Bahwa ternyata SD yang jadi tempat saya bernaung bukan SD kecil yang atapnya bolong. Bahwa ternyata saya ngajar ngaji di sekolah dan bukannya di rumah. Bahwa ternyata saya akhrinya belum bisa mendiami rumah kecil berhalaman luas tanpa pagar, namun hanya mendapatkan kamar kontrakan kecil pengap yang tidak ada halamannya sama sekali. Dan bahkan ketika ternyata suami saya tidak seganteng Keanu Reeves yang pernah saya impikan (hahaha, maaf sayang, intermezzo saja).
Tapi saya benar-benar bersyukur untuk ini semua. Semoga saya bisa hidup nyaman, penuh berkah, di negeri berkabut ini. Walaupun dinginnya sampai menggigiti tulang, bila hatinya hangat, maka tak masalah.
Bismillah.. lagi-lagi saya memulai sesuatu yang baru. hidup dengan orang yang karakternya baru saya pelajari, tentu tidak akan mudah. tapi lagi-lagi, saya yakin Allah akan selalu memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya yang meminta.
Semoga perpindahan ini, tidak hanya memindahkan jasad saya dari daerah panas ke daerah dingin, tapi di dalamnya ikut juga hati dan pikiran...

Ya Rabb, semoga hidupku bermanfaat untuk orang-orang di sekelilingku.. aamiin.. ^_^
(foto-foto di bawah ini diambil saat turun kabut, di sekolah...)


ini display kelas yang rusak dengan sukses di hari kedua dia mejeng di situ.. gara-gara embun -_-


masih amaze sama embun yang nemplok di kaca ^_^



masjid sekolah yang gak kelihatan menaranya...


kabut dari kejauhan


bocah-bocah yang kelak akan menjadi penolong agama-Nya.... berlarian bebas walau kabut begitu dingin...


Lembang, Oktober 2013
(entah kapan persisnya mulai ditulis, 
tersimpan di draft lama sekali...)
READ MORE - Negeri Berkabut

Read Comments

Baca Kata


Bukan
Bukan salah dunia
Jika kata hanya bisa terlahir
dari kawinan rahim-rahim kesakitan dan air mata

Bahkan saat ia terbirit lari
Ya, kata-kata itu
Berlarian pontang panting kian kemari
Kata yang hanya dapat kumengerti sendiri

Saat gelap kucoba kubaca
Seolah bercahaya, sang kata mempertontonkan diri
Ingin segera ku sudahi
Sebelum kata membunuh diri
Memercikan darah di pisau-pisau tumpul

Yang kau asah pagi ini


(Mungkin) diantara kebisingan yang kuciptakan
Lembang, 23 Oktober 2013
READ MORE - Baca Kata

Read Comments
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men