ALIFAH


Image source: draxe.com

Namanya Alifah. Cantik bersahaja. Kulitnya pualam, rambutnya pekat malam. Tubuhnya elok serupa puisi, senyumnya memikat. Bibirnya cantik. Cantiknya bertambah-tambah sebab mulutnya lebih sering mengulang hafalan yang sudah lebih dari setengah kitab, daripada sekedar merapal kidung. Badannya langsing macam pelatih senam aerobik walaupun tak kentara, karena senantiasa tertutup baju longgar dan jilbab besar. Singkatnya, ia merupa bidadari dunia yang sering dibidik lelaki shalih. Namun kenyataannya, di usia tiga puluh tiga, ia masih juga sendiri. Belum ada sepasang buku nikah bertengger di laci lemari, tempatnya menyimpan berlembar-lembar ijazah dan surat penting lainnya.

Hari itu terik, kering. Debu-debu menunggangi angin dengan riang gembira. Panas yang menyisakan Alifah bersama dua botol air mineral. Satu botol kosong sempurna, satu lagi nasibnya hampir serupa. Alifah memilih untuk  mengoreksi soal di bangku taman tepat di bawah pohon rimbun. Tampak mulai dirambati kebosanan, kini mata kenarinya beralih dari tumpukan kertas, ke arah jam dua belas. Matanya terpaku pada gerombolan mahasiswa yang baru saja keluar dari kelasnya, murid-muridnya.

“Kamu naksir salah satu mahasiswa di kelasmu, Alifah?” Hanum, sahabatnya semenjak kuliah, menggoda Alifah demi melihat sahabatnya yang begitu fokus pada gerombolan mahasiswa tersebut.

Alifah hanya tersenyum kecut.

Hanum menyeruput jus mangga dinginnya. “Sudahlah, Alifah. Menyerah saja dengan mimpi muliamu itu. Masih banyak pintu menuju surga. Kalaupun kamu mau mencomot salah satu mahasiswa itu, aku yakin dia bakal mau. Kamu masih tampak seumuran mereka.”

“Well, well, well... Ibu Dosen Hanum yang terkenal galak di kampus kita mulai metode ceramah lagi pada temannya yang telat menikah ini.”  Alifah memutar bola matanya jengah.

Hanum terkikik. Lihatlah, sungguh ironi. Sejak kuliah, Alifahlah yang selalu menarik minat  ikhwan untuk mengkhitbahnya. Seorang cumlaude yang cantik jelita nan sholihah. Sedang Hanum? Ia hanyalah bayang-bayang hitam sahabatnya. Ia lebih sering ditanyai tentang Alifah dibandingkan tentang kehidupannya sendiri. Bayangan hitam, bukan hanya ilustrasi, tapi memang juga bayangan hitam secara harfiah. Dengan kasat mata, mungkin Hanum yang badannya gempal berisi dan kurang tinggi itulah yang lebih cocok menjadi perawan tua. Tapi siapalah yang mengetahui perjalanan takdir? Hanum yang tidak pernah mencolok kehadirannya malah diberi rizki  bisa menikah muda, dan sekarang dikaruniai tiga anak.

Ponsel Alifah bergetar. Ia memang tidak suka ponselnya mengeluarkan bebunyian. Keningnya berkerut. Muncul sederet angka yang tidak dikenali ponsel pintar miliknya.

“Assalamu’alaikum.” Sapa Alifah.

Entah apa yang dibicarakan di sebrang sana. Hanum melirik Alifah sebentar. Menerka pembicaraan yang sedang berlangsung di depannya. Alifah tampak tersipu. Tapi jelas ia bukan sedang bicara dengan laki-laki. Suara perempuan bisa terdengar oleh Hanum walau hanya sayup-sayup. Lantas mengapa Alifah harus salah tingkah dan tersipu macam itu?

Setelah sekita lima menit, Alifah menutup teleponnya. Masih tersenyum bahagia. Hanum dirundung beribu tanya. Apakah ada kabar bahagia? Tapi ia tidak berani bertanya, lihat saja, apakah Alifah akan bercerita?

“Jodohku sudah dekat, insya Allah.” Alifah memandang Hanum. Menjelaskan tanpa diminta.

“Benarkah? Wow, aku teramat bahagia. Tapi, tunggu, apakah laki-laki itu ... ?” Hanum membiarkan kalimatnya tergantung di udara.

“Yup. Sudah beristri. Mimpiku untuk menjadi istri kedua, masih tetap ada, Hanum. Dan semoga Allah memudahkan proses selanjutnya.” Alifah menyeruput lagi air mineral di botol keduanya yang nyaris kosong.

Hanum tertegun. Sungguh, ia yakin ada banyak jalan menuju surga. Mengapa sahabatnya begitu teguh pendirian, hanya ingin menikah dengan suami orang?

“Di dunia ini perbandingan perempuan dengan laki-laki sudah begitu jauh. Kalau semua perempuan ingin memonopoli laki-laki, bagaimana nasibnya yang tidak kebagian? Aku akan berbaik hati untuk mengalah.” Itu selalu menjadi jawaban andalan setiap kali Alifah ditanyai mengapa.

Di zaman serba egois ini, Alifah berbeda. Saat di sudut kota ada perempuan bunuh diri karena diselingkuhi pacar atau suaminya, ia malah ingin menobatkan diri menjadi yang kedua. Serupa ratu tanpa mahkota dalam bahtera rumah tangga. Saat setiap wanita saling sikut ingin menjadi permaisuri bagi rajanya, ia begitu keras hati ingin menjadi selir di kerajaannya kelak. Itulah, alasan mengapa selama ini tiap laki-laki yang bertitel single, ditolaknya.

"Siapa laki-laki itu, Alifah?" Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Hanum.

"Kamu mengenalnya, Hanum. Bahkan mengenal dengan sangat baik." Alifah tersenyum penuh arti.Hanum menarik napas berat. Bukan ia yang akan berbagi suami. Harusnya dadanya tidak perlu merasa sesak. Ya, seharusnya...


Bersambung...



#TantanganCerbung



READ MORE - ALIFAH

Read Comments

Lagi, untuk Sagara


Maafkan ibu...
Bukan tangan ini sudah tak hendak menghapus sisa-sisa air matamu, atau tak ingin melantunkan lagu saat matamu mulai memberat. Sungguh juga bukan karena tak sayang.
.
Fitrah kami, sebagai seorang ibu, pastilah ingin selalu dekat dengan anaknya. Dekat sedekat-dekatnya. Menghidu setiap aroma bersamamu, atau sekedar berpura-pura menikmati bubur imajinasimu.
.
Tentulah kamupun tahu, bahwa setiap hela napas yang kita hembuskan setiap detik, tidak akan pernah kembali. Dan mungkin, ibu akan menyesali setiap hela napas yang kau buang, tanpa ada ibu di sampingmu.
.
Maafkan ibu, mungkin dengan cara ini, ibu memaksamu untuk lebih cepat matang dari anak seusiamu.
Semoga Allah ridha, dan selalu mendekapmu, dalam sebaik-baiknya penjagaan.
.
Berbahagialah dengan teman dan pengasuhmu, Nak. Insyaallah dimanapun kamu menghabiskan waktu, kamu tetap anak sholih yang menebarkan senyum untuk orang di sekitarmu :)
.
Mudah-mudahan betah di daycare barunya ya sayang :*
READ MORE - Lagi, untuk Sagara

Read Comments

Sunda; Basa Asing Keur Pribumina

gambar kenging ti Google

Tos lami hoyong nulis nganggé Basa Sunda téh. Rumaos hésé sareng teu aya katiasa, mung pami teu usaha, moal aya hasilna.
.
Wengi tadi sim kuring maca status nu maké Basa Sunda, janten kasuat-suat. Hoyong ngelingan keur sorangan, sukur-sukur aya babaturan nu ngiringan.
.
Prak geura titénan, atawa sebatan. Saha waé nu di bumi murangkalihna nyarios Basa Sunda? Sigana mung hiji dua anu ngacung. Tapi Alhamdulillah sim kuring mah sareng Pun Lanceuk masih keneh nganggé Basa Sunda pami ngajak ngobrol budak, sanajan sakapeung sok kacampuran ku Basa Indonesia.
.
"Lucu aya budak alit nyarios Sunda." Kitu pan pok uwana Sagara nu ti Bogor manakala ngaregepkeun éta budak nuju nyarita. Naha dugi ka kituna? Siganamah ku jarang-jarangna jaman ayeuna budak nyarios basa Sunda.
.
"Aa mau kemana?" Taros hiji tatangga ka Sagara. Tuh, nganggé Basa Indonesia deui wae.
"Bade ka warung." Ku budak ditembal nganggé Sunda.
"Mau beli apa?"
"Mésér susu anu biru."
"Mau atuh, boleh minta?"
"Henteu."
Tungtungna indungna nu gereget, " Ka Sagara mah nyariosna Sunda waé, Kang." Dikitukeun mah, nembé nyambung frékuensina sareng budak.
.
Sim kuring rumaos teu tiasa nyarios Sunda leres. Rumaos kasar da digedékeun di lingkungan nu nyalariosna kitu ayana. Komo deui kana undak usuk basa, jauh nonggéng ka langit. (Ieu gé ngarang, duka leres duka henteu).
Ngan aya kénéh kahariwang, ieu Basa bakal punah.
.
Urang Sundana waé tos alim nyarios Sunda, jadi saha nu bakal ngajaga tur ngawariskeun ka turunanana? Tuh, tengetan urang Jawa. Sanajan di Jakarta, ari sareng baladna mah uplek weh nyarios Basa Jawa. Naha ari urang Sunda?
.
Aya nu kantos ngobrol ka pegawai Yogya atanapi Indomaret ngangge Basa Sunda? Pasti nyariosna Indonesia.
"Mbak, detergent sebelah mana, ya?"
"Di rak ketiga dari ujung."
Kitu pan? Naha kudu "Mbak"? Naha kudu ku Basa Indonesia? Da yakin sim kuring mah, eta nu nanya jeung ditanya teh, nu hiji moal jauh ti urang Cikole, nu hijina urang Cihideung.
.
Sanés anti kana basa persatuan. Keun da basa Indonesia mah, teu diajaran gé budak bakal bisa nyalira. Tapi pami Basa Sunda teu diajarkeun ti alit, yakin tos sakola moal tiasa. Pangalaman ningali guru Basa Sunda menteun ulangan, nilaina teu tebih ti nilai opat. Kumaha teu opat, da budak ayeuna mah moal apal mana nu di sebut langseng, boboko, atawa aseupan?
.
" Bu ,neranginnya jangan pakai Basa Sunda, gak ngerti." Pok barudak sok protes manakala sim kuring nerangkeun IPA tapi maké Basa Sunda.
"Tah, kusabab hidep teu diajarkeun Basa Sunda di bumi, sok di sakola ku ibu ajarkeun sakedik-sakedik." Tembal sim kuring bari heuay.
.
Tos ah, sakitu. Tuh budak Sunda nu diobrolkeun tadi tos gugah, gegeroan milarian ummina.
.
#SapoeSatulisanTapiTosDuaPoeNgahutang
READ MORE - Sunda; Basa Asing Keur Pribumina

Read Comments

Balada OLshop



Bismillah.
.
Hari Jum'at kemarin saya gak setor tulisan karena niatnya mau buat cerpen. Cerpen belum beres, waktunya udah keburu abis. Padahal cerpennya juga gak bagus. Harus banyak berguru sama teman ODOP yang bisa melahirkan cerpen maknyus dalam waktu singkat, nih.
.
So, saya membayar utang tulisan dengan cerita ini dulu. Mumpung masih anget. Baca sampai selesai atau kamu akan ketinggalan info penting (maksa Mode On)
.
Saya kecewa sama Online Shop!
.
Tapi itu tiga puluh menit yang lalu. Karena sekarang rasa kecewa itu berubah menjadi rasa takjub dan sempat membuat saya speechless. Apa pasal?
.
Berawal dari sebuah status di beranda facebook, sang empunya OLshop buku menawari diskon.
.
Cling!
Langsung berbinar dong ya, mata saya lihat diskonan. Langsung dah saya bintangin  Tentang Kamu, buku teranyar Tere Liye, dan Lapis-lapis Keberkahan punyanya Salim A. Fillah, yang dulu sempat saya ubek di Gramedia tapi gak nemu.
.
Tapi sayang! Diskon hanya berlaku jika saya pesan empat buku. Sementara budget hanya buat dua buku. Jadilah saya mencari kawan. Siapa tahu ada yang mau ikut join, jadi kita sama-sama dapat diskonan. (Kreatifnya muncul kalau udah nyangkut diskon, dasar emak-emak).
.
Malang nasib ternyata gak ada yang mau. Setelah curhat sama si pemilik OLshop, Beliau kasian sama saya. Heuheu, akhirnya saya tetap dikasih diskon walau hanya beli dua. Menghargai usaha saya, katanya. Yeah! Rizki anak sholeh.
.
Lalu selesailah proses transfer di hari Minggu pagi, minggu lalu. Dan saya meneruskan hidup sambil nunggu paketan dua buku yang memang udah kepengen banget saya baca.
.
Daaaan, karena saya minta dikirim pakai jasa pengiriman yang paling murah (secara ya, Jogja-Lembang) datanglah si paketan buku itu hari ini. Setelah enam hari menunggu, si cinta pun tiba.
.
Saya yang sedang menjemur baju di lantai atas mendengar pintu diketuk, dibuka oleh suami. Dari dialog yang terdengar, saya yakin itu paket buku saya. Lalu dengan hati riang gembira saya menelantarkan jemuran yang belum selesai demi membuka paketan.
.
"Tere Liyeee..." Saya bersorak. Bergegas membuka paket.
"Wah, asyik mi bukunya tebel." Suami berkomentar begitu saya mengeluarkan dua buku.
.
Etapi tunggu! Kening saya berkerut. Ini mah Tere Liye-nya Rindu! Buku lama yang sudah saya baca. Mendadak lemas deh pundak saya. Jadi melorot duduknya. Bayangan hari ini bermesraan dengan Bang Tere sirna sudah.
.
"Yaaaaah, Abi, ini mah Rindu! Umi udah baca." Walaupun buku Rindu dulu saya hanya pinjam teman, tetap aja kecewa karena saya sudah baca. Mungkin lain cerita kalau saya belum baca. Selama bukunya Tere Liye mah, pasti bagus semua. Mungki saya juga gak akan protes sama si Mbak pengirim.
.
"Dih. Banyak kali, Mi, yang musti dipaketin makanya jadi salah."
.
Dengan wajah berkerut dan bibir cemberut akhirnya saya menghubungi sang pemilik OLshop.
.
"Mbak, ini mah Tere Liyenya Rindu. Saya udah baca. Saya kan pesannya Tentang Kamu. Gimana nih Mbak, Rindunya musti saya kirim ke Jogja lagi?" Sent. Tidak lupa dengan emoticon manyun dua biji.
.
"Walah. Iya toh, Mbak? Sebentar saya tanya teman dulu. Soalnya yang packing teman saya."
.
Saya menunggu jawaban selanjutnya sambil membuka wrapping buku satunya yang enggak salah judul.
.
"Mbak, maaf sekali ya atas kelalaian kami. InsyaAllah hari Senin kami kirim kembali." Begitu jawabnya.
.
Lalu saya membalas, "Mbak, Rindu harganya 55rb kan yah? Saya transfer aja ya. Biar gak harus ongkir lagi." Saya rasa itu solusi terbaik. Karena saya malas kalau harus packing buku dan nganterin ke jasa pengiriman yang entah ada dimana (yah walaupun sebenarnya suami yang bakal pergi)
.
Dan apakah jawabannya?
"Tidak usah, Mbak. Bukunya tidak usah dikembalikan. Tidak perlu transfer juga. Kalau Mbak sudah baca, kasih ke yang lain saja. Buat hadiah."
.
Ya Allah, saya langsung speechless. Baik banget gak sih ini si Mbak penjual buku?
.
Untung saya gak marah-marah pas complain. Kalau iya, malunya bisa dobel tuh. Nah, kesimpulannya, saya mau kasih tau aja ke teman-teman, ada OLshop yang jual buku baik banget di Jogja sana. Nama Fbnya, "Kun Dyas Suryaningrum".
.
Sila berbelanja di sana. Karena pemilik lapaknya cantik, baik hati, tidak sombong, ramah, pemberi diskon pula. Jangan-jangan masih single? #eh
.
Tapi ntar kalau beli jangan pura-pura salah buku ya, kasian ntar bangkrut ganti rugi mulu!
.
Sekian dari saya. Happy shopping!
.
#OneDayOnePost
READ MORE - Balada OLshop

Read Comments

Kunamai Kalian Kawan


Kunamai kalian kawan
Menelusur jalan
Bersama menggerogoti es murahan
Atau berlari, dilempari batu oleh anak perumahan
.
Terik siang
Tingkap dimakan malam
Tawa kita pada rumus fisika
Atau hiragana
Masih terngiang
.
Ingatkah pada wajah memberenggut?
"Remedial, remedial!"
.
Juga pada tawa, "Si lumba-lumba"
Masih kuingat kita berpayah-payah berburu bakteri
Dan jerami
Untuk Pak Didi guru Biologi
.
Rasanya seperti purnama kemarin, bukan?
Dan kini kita menua bersama
.
Ibu... Ibu...
Pasukan cilik kelak menggelayut di kanan kiri kita
.
Mari,
Kenalkan pada mereka
"Inilah sahabat Ibu tersayang, Nak"
.
.
#OneDayOnePost
#after 11 year and still great :D
READ MORE - Kunamai Kalian Kawan

Read Comments

Tipe Blog Walker


bloganool.com

Siapa yang tidak senang saat tulisan yang dibuat mendapat banyak pengunjung dan komentar? Seneng dong yah pastinya. Dalam dunia per-blog-an ada istilah blog walking.
.
Apa itu?
Ya walking. Jalan-jalan. Kita mengunjungi blog orang lain, membaca, meninggalkan komentar. Dengan begitu ada feedback link milik kita di blog yang kita kunjungi, dengan harapan sang pemilik blog juga akan kembali jalan-jalan ke blog milik kita.
.
Seru, kan?
Selain mengundang pengunjung ke blog kita, blog walking juga bisa membuat kita menambah wawasan, memancing inspirasi menulis, memperkece tampilan blog, juga menambah teman. Biasanya saya sering blog walking (BW) di akhir pekan. Atau paling tidak, setiap hari, minimal 3 blog dikunjungi (aturan ODOP).
.
Tapi, pengunjung blog ini ada lho jenis-jenisnya. Gak shohih sih ya, hanya berdasarkan pengalaman pribadi, ini tipe-tipenya.
.
1. Tipe paling oke
Si pengunjung membaca dengan baik, dan memberi komentar dengan baik. Nah, ini yang paling asyik. Tulisan kita dibaca dengan seksama dari awal sampai akhir, diapresiasi, dikomentari apa kelebihan dan kekurangannya. Pujiannya bikin kita tambah semangat nulis, kritikannya bisa membangun bangsa, eh, tulisan kita.
.
2. Tipe silent reader
Yang ini macam secret admirer. Kerjaanya jadi pengunjung setia, tapi enggan meninggalkan jejak. Dibaca, dihayati, dinikmati, abis itu pergi! Salahkah? Oh, tentu tidak. Semua orang berhak membaca tanpa perlu meninggalkan jejak. Nah tipe kebanyakan pengunjung blog, biasanya yang seperti ini. Pernah ada satu tulisan saya yang pembacanya lebih dari dua ratus, tapi komennya cuma ada dua. Mungkin pengunjungya adalah orang-orang yang tidak punya blog, which is rada susah buat berkomentar karena harus login email dan lain sebagainya.
.
3. Tipe "I was here"
Hahaha, rada ganggu juga nih yang kayak gini yah. Doi komen sih, tapi kok, komennya gak nyambung ya? Atau cuma sekedar, "bagus", " keren", tanpa ada tanda-tanda dia baca dengan benar. Yah kalau bisa, jangan jadi yang tipe begini dong yah.. Cuma baca judul, scanning, lalu komentar seadanya. Ninggalin jejak cuma buat dikomen balik. Sah-sah saja sebetulnya, tapi kurang etis. Mari hargai usaha sang penulis dengan jadi pembaca yang baik.
.
4. Tipe plagiator
Tidak! Ini yang paling nyebelin. Berkunjung ke rumah kita, nyerap infonya, terus ditulis lagi tanpa izin, tanpa mencantumkan sumber. Dicatut gitu aja, seolah-olah tulisan itu milik dia. Jangan sampai, karena kejahatan literasi adalah plagiasi. Tolong hargai kami yang menulis terseok-seok untuk menghasilkan paragraf demi paragraf :)
.
Nah, itu saja. Tapi yang manapun (asal bukan nomer empat ya) tetap baik kok. Jadi, yang mana tipemu? Semoga tetap senang Blog Walking ya! Nice day!
.
.
#OneDayOnePost
READ MORE - Tipe Blog Walker

Read Comments

Such A Little Story



PR ODOP minggu ini, membuat narasi tentang diri sendiri. Berasa jadi orang penting aja kali ya bikin biografi sendiri. Baiklah, jadi kita mulai dari mana? Mungkin bisa dihitung mundur, tepat hari ini, 26 tahun yang lalu.
.
Ya, hari ini. Tercetak jelas di KTP, saya lahir tanggal 15 November. Dari pasangan yang belum pernah punya anak sebelumnya. Otomatis hal ini melabeli saya jadi anak sulung. Terlahir dengan nama Siti Maemunah, karena zaman dulu, ketika memberi nama katanya tidak boleh diberi nama sembarangan. Jadilah nama itu diberikan oleh seorang ustadz, guru mengaji bapak saya.
.
Saya lahir di Lembang, besar di Bandung. Setelah menikah kembali ke Lembang. Berstatus guru di sebuah SDIT, dan mempunyai dua orang anak. Sagara Sunda Alfadli (2y) dan Agra Mahya Alfadli (2m). Keduanya laki-laki, insyaallah jadi anak sholih.
.
Sebetulnya saya tergolong ke dalam kelompok kudet, kuper juga. Dari SD sampai SMA, saya sekolah di dekat rumah. Ah, ya. Kampus juga sama. Semua tempat saya mengenyam pendidikan, jaraknya hanya lima belas menit dari rumah. Belum cukup, saya juga tipe orang yang tidak suka kelayapan. Sekolah-pulang, kuliah-pulang. Yah, otomatis kuper tingkat tinggi mengikuti saya kemanapun saya pergi.
.
Masa SMA, saya baik-baik saja. Dalam artian tidak mengalami manuver berbahaya saat saya sedang dijejali puncak-puncaknya hormon pubertas. Saya pembelajar yang baik, sempat dipercaya jadi utusan sekolah untuk beberapa olimpiade sains. Saya tidak suka kegiatan organisasi, apalagi kongkow-kongkow di warjam, warma, dan entah warung-warung apalagi yang masih eksis sampai detik ini.
.
Suami saya malah sempat bilang, "umi pas SMA pasti tipe ngebosenin yang keluar kelas cuman ke kantin doang. Bawa-bawa buku rumus segede bantal, dan penggaris lengkap sama busur derajatnya." Saya hanya tertawa tanpa bisa menyangkal. Tapi ya enggak gitu-gitu amat kok, saya juga masih punya teman saat SMA dan bahkan masih awet sampai sekarang.
.
Saya yang menghabiskan waktu dua pertiga hidup hanya di rumah ini, akhirnya bisa berkeliaran jauh juga. Rekor melancong saya terpecahkan saat menikahi seorang pecinta alam yang hobinya blusukan ke hutan. Dengannya, finally, saya bisa mengenal banyak tempat yang belum pernah saya kunjungi. Termasuk berhasil mencium aroma tanah Sumatra. Sounds great for a "kurungbatokeun" girl like me, eh?
.
Saya juga orang yang tidak mudah beradaptasi, grogian, sensitif, melankolis-plegmatis. Tipe-tipe yang bakal nangis kalau liat kucing mati, baca novel sedih, atau sekedar nonton film kuch-kuch hota hai.
.
Saya suka sekali membaca. Dan sekarang, menulis. Karena katanya dengan membaca, kita akan mengenal dunia. Tapi dengan menulis, dunia yang mengenal kita. Ahem! Gak muluk-muluk amat sih sampai all around the world must know who am I, cuma sampai sebatas bisa berbagi saja, cukup.
.
Prestasi saya dalam menulis? Nol besar. Karena kebanyakan malas dan ogah belajar lebih. Ada sih  tiga apa empat buku antologi yang sudah terbit, tapi kalau masih indie mah, gak bisa dibanggakan. Cerpen juga pernah beberapa kali dimuat media. Itupun yang honornya ecek-ecek, yang cuma cukup buat beli surabi. Sekarang tulisan saya hanya nyangkut di blog, itupun kebanyakan gak jelasnya.
.
Kesibukan saya sekarang, membesarkan dua permata hati, sambil beradaptasi karena dua minggu lagi masa cuti saya habis. Anyway, saya tidak punya sesuatu yang spesial. Dibawah rata-rata banget. Tapi saya yakin, semua orang berhak untuk bahagia, itu saja.
.
.
#OneDayOnePost
#TantanganDeskripsiDiri
READ MORE - Such A Little Story

Read Comments

(Semoga) Masih

Images by google

"Umi pengen jadi hafidzah." Lamun saya suatu hari, nyeletuk di depan suami.
"Ya bagus atuh, mi."
Lalu sebagai usaha dari pengejawantahan mimpi itu, saya ikut ODOL-One Day One Line.
.
Teknisnya, kita dikasih pasangan dan saling menyetor hafalan setiap hari Senin sampai Sabtu. Dan minggu murajaah hasil hafalan seminggu itu.
.
Semangat? Sangat! Hafalan saya nambah banyak karena termotivasi dengan lingkungan. (Awalnya doang) hahaha. Begitulah. Cuma sampai di niat dan beberapa minggu pertama ikut ODOL. Abis itu, yah futur dengan sukses. Cuma berapa minggu doang, abis itu keluar juga, karena malu ga setor2 :(
.
Hmmh... Sebetulnya mimpi itu masih ada. Suka malu kalau ada murid yang setor hafalan sementara saya masih harus pegang Qur'an karena belum hafal atau karena sudah hafal tapi tidak dijaga.
.
Lebih malu lagi karena bermimpi punya anak hafidz tapi emaknya masih memprioritaskan baca novel, nonton film, atau sekedar leyeh-leyeh main game ular-ularan di ponsel. Hadeuh.
.
"Berapa lama sampai bisa jadi hafidz teh?" Tanya saya pada teman suatu hari. Beliau sudah lulus menghafal 30 juz.
.
"19 bulan teh."
.
"Ih keren banget. Gimana biar bisa secepat itu?"
.
"Emang harus fokus teh. Dulu di kosan, sendiri. Ga ada kerjaan, ngapal aja terus."
.
Hmmh sound easy, isnt it? Saya pernah punya target setidaknya umur 30 lah sudah jadi hafidz. Atau setidaknya, sampai kapanpun tetap berusaha menjadi hafidz. Tapi helllooow, mana usahanya nih? -,-
.
Kurang berusaha. Kurang kemauan. Its not about intelegence. Its about strong will.
.
Ya Allah... Tanamkan lah keinginan kuat itu dalam hati saya... Agar saya bukan cuma jadi emak yang koar-koar nyuruh ngafal qur'an ke anak sementara emaknya cuma hafal surat Al-ikhlas.
.
Tulis impian! Dengan begitu semoga tetap terngiang.
Mimpi saja yang tinggi! Karena mimpi yang tinggi selalu gratis, tidak perlu bayar pajak mimpi pertahun, atau perpanjangan masa aktif perlima tahun.
.
Demikian.
.
#OneDayOnePost
READ MORE - (Semoga) Masih

Read Comments

Sagara dan Toilet Training

images from Google

Bismillah.
.
Judulnya mirip Yotsuba, ya... Komik favorit saya. Tiap chapter judulnya "Yotsuba dan ..."
Hihi pembukaan yang aneh. Biarlah. Kali ini saya ingin berbagi tentang toilet training yang sudah berhasil dilewati Sagara, yeay!
.
Berdasarkan hasil blogging ke blognya emak-emak, proses toilet training itu tidak pernah mudah. Tuh, catat ya. Tidak mudah.
.
Toilet training bisa dimulai pada usia 18-24 bulan, atau ketika anak sudah mulai bisa berkomunikasi dua arah. Minimal dia bisa berekspresi kalau mau pipis atau pup.
.
Dan saya baru mulai toilet training di saat usia Sagara 25m. Bukan apa-apa, karena setiap hari Sagara dititip daycare sekolah, rasanya gak enak aja kalau menitipkan Sagara TT di sekolah. Dan lagi, katanya, sebagai bentuk pendisiplinan pertama bagi anak, kita musti paham juga kondisi psikisnya. Kalau ia mau punya adik, tunggu dulu sampai adiknya lahir dan bisa berdamai dengan adiknya. Kalau mau ganti pengasuh, tunggu sampai ia nyaman dengan pengasuh barunya.
.
Nah berhubung sedang masa cuti dan tanda sayang Sagara ama adeknya udah muncul, saya merasa ini waktu yang tepat.
.
TT dimulai hari Sabtu minggu lalu. Selama dua hari pertama lumayan repot gantiin celana dan ngepelin lantai rumah. Cuman karena suami ada di rumah, makanya proses ini gak begitu menguras emosi. Setiap sejam sekali kami nanya, "Aa mau pipis?" Dan jawabannya selalu tidak.
.
Katanya, sebagai pembiasaan, bawa anak ke toilet per satu atau dua jam. Pancing untuk pipis. Sayangnya hal itu gak berlaku buat Sagara. Saat dia menunjukkan gelagat ingin pipis, dan saya memaksanya untuk ke kamar mandi, dia malah ngamuk. Tidak mau dipipiskan sama sekali. Malah tampak muncul sedikit trauma, karena mau dimandikan pun jadi tidak mau. "Henteu pipis" begitu teriaknya berulang-ulang saat mau dimandikan.
.
Setiap kali pipis, ia malah berusaha menutup-nutupi dan tidak mau ngaku walaupun celananya basah. Sempat merasa putus asa, akhirnya saya biarkan ia pipis dimana saja sesuka hatinya. Namun ternyata malah cara itu yang berhasil.
.
Hari Selasa saya mulai pura-pura cuek, gak pernah nanya apakah ia mau pipis. Juga pura-pura tidak tahu saat dia pipis. Hal itu berhasil membuatnya "ngaku" setiap kali pipis dan minta ganti celana sendiri. Dan di hari rabu, ia sudah berhasil menjaga celananya tetap kering dari mandi pagi sampai sore, karena selalu lapor mau pipis sebelum celananya basah.
.
Alhamdulillah. So proud of you, son!
Empat hari doang udah langsung lancar. Sekarang siang udah lepas pampers dan malam pakai clodi aja. Itupun kadang pas pagi masih kering clodinya.
.
Masa toilet training ini adalah masa dimana anak rentan mendapat hukuman, baik itu fisik maupun omelan. Tips agar TT bisa sukses, hanya dua, sabar dan telaten. Insha Allah bisa. Katanya proses TT bisa sampai berbulan-bulan. Alhamdulillah Sagara sudah lulus dalam empat hari saja. Ya mungkin karena usia juga, agak telat TT-nya. Lumayan lah ya, budget buat pamper Sagara bisa dialihkan ke pampersna Agra. Tidak ada dobel budget, anak senang emaknya pun riang.
.
Demikian :)
.
#OneDayOnePost
READ MORE - Sagara dan Toilet Training

Read Comments

Saat Emak Curhat

Saya pernah dengar teman saya berkata begini, "Kalau sedang di rumah sendirian, dan dua-duanya nangis, saya suka ikut nangis."
.
Atau teman saya yang satu lagi,
"Riweuh pisan (repot banget) Bu Siti, yang sulung lagi BAB teriak-teriak minta dicebok, anak kedua lagi disuapin, umi 'a, umi 'a, minta makan, anak ketiga masih bayi nangis mulu minta ASI. Bingung yang mana yang harus diduluin."
.
Dan saat itu saya yang belum punya anak, hanya tertawa, merasa kalimat-kalimat itu lucu. Lalu sekarang?
.
Saya merasakannya!
Deuh, iya bener, saat sendiri dan duo balita itu menangis, rasanya saya juga jadi kepengen nangis! Ini baru dua lho, apakabar ibu-ibu yang anaknya banyak dan jaraknya deketan? Barakallah, semoga semua anaknya jadi anak sholeh. Dan ibunya diberi pahala yang tidak terputus-putus. Aamiin.
.
Ini hari ketiga saya pulang ke Lembang. Kemarin Sabtu dan Minggu masih oke, karena ada suami yang libur ngajar. Hari ini bener2  I have to do everything by my self! Si kecil yang oe oe, si sulung yang sudah banyak ingin ini-itu dan tak mau begini-begitu ditambah sedang proses toilet training.. Duh! Bukankah menghadapi toilet training saja sudah sulit? Apalagi jika harus featuring dede bayi yang kalau sudah nangis susah dibujuknya. Hmmmm.. Tarik napas. Hembuskan.
.
Benar-benar menguras emosi. Saat dua-duanya tidur dan emaknya bergegas mandi, belum apa-apa si kecil udah oe oe lagi. Apakabar nyuci, nyetrika, dan seabreg tugas lainnya?
.
Ini mengeluh? Mungkin. Protes? Bisa jadi. Luapan emosi? Bisa dikatakan begitu. Frustasi? Semoga tidak! Bukankah ini hal yang lumrah dialami jutaan kaum bertitel emak? Lelah secara fisik dan emosi (tapi berat badan malah nambah). Mungkin di luar sana ada saja yang nyiyir, suruh sapa punya anak jaraknya deketan? Mungkin saja. Mari kita abaikan.
.
Hari ini edisi menguatkan diri sendiri. Bahwa sungguh semua lelah ini bergelimang pahala bagi yang tidak lupa meniatkan ibadah.
Bahwa banyak diluar sana perempuan yang berdoa setiap hari ingin mendengar tangisan bayi yang belum juga diamanahkan padanya.
.
Sungguh, semua ini adalah lelah yang akan terbayar lunas. Bahkan saat menatap mereka tertidur seperti sekarang, saya bahkan sudah merasa rindu pada "kebisingan" yang mereka buat. Rasanya terlalu sepi. Hihihi..

.
Sholih semua ya anak2 umi... Doakan semoga umi bukan emak2 emosian yang menyebalkan dan membuat kalian diperlakukan tidak seperti seharusnya. Aamiin.
.


#OneDayOnePost
(Maaf curhat mulu, otak lagi menolak mikir T_T )
READ MORE - Saat Emak Curhat

Read Comments

First Time Experience with Go Car


Alhamdulillah.
Hari ini keluarga kecil kami kembali pulang. Setelah 45 hari merepotkan mamah, tiba saatnya untuk pulang.
.
Kenapa go car?
Asalnya sih gak kepikiran. Cuma dari cerita temen aja, doi lagi hamil, dan ekstra protektif untuk kehamilannya (karena sempat abortus), dia kemana-mana make go ride. Dan saya baru kepikiran buat ikutan make juga karena katanya murah dan nyaman.
.
And... Guess what... Dari sarijadi ke cikole cuma kena 63rb, dengan barang bejibun plus tiga orang, dua balita. Mana tadi lagi weekend, macet parah jadi ngambil jalan alternatif. Kalau pakai taksi udah berapa tuh... Hihi.. Kayaknya bakal jadi pelanggan nih.
.
Drivernya juga oke, ramah dan nyunda. Cuman agak telat dateng aja, di aplikasi 7 menit nyatanya setengah jam baru jemput. Selain itu mah, worthed banget diorder buat antar jemput dalam kota. Apalagi buat emak- emak yang bawa balita. Insyaallah aman, murah dan nyaman.
.
Demikian :)

#OneDayOnePost

READ MORE - First Time Experience with Go Car

Read Comments

Empat Sebelas




Di empat sebelas
Kami bergerak
Menggemakan takbir
Yang membumbung ke langit
Menembus pintu malaikat, khidmat

Lalu raja disingkap
Tercium khianat
Apa arti aparat
Jika jeruji kami dipaksa kirap

Segala rapal doa malam ini
Telah dibukukan
Meronce malam dingin
Bersamaan dengan lesap gas air mata

Di empat sebelas
Jutaan kami
Membela wahyuMu
Saksikanlah... Saksikanlah....
READ MORE - Empat Sebelas

Read Comments

Dear November

pinterest.com

Dear November,
Setelah berpuluh kali kau datang dan pergi,
Apakah kau menemu perubahan dalam hidupku?
Ataukah mungkin aku terlalu culas untuk kau amati?

Dear November,
Hujan masih turun satu-satu, menemanimu seperti yang sudah-sudah
Apakah hujan itu mampu membasuh langit?
Karena setiap detik, jutaan do'a naik
Dan sungguh,
aku tak mau mendapati do'a - do'a busuk itu tersangkut di langitmu, Novemberku

Dear November,
Berbaik hatilah pada kami
Jadilah saksi, akan semua perangai manusia di bumi


#OneDayOnePost
READ MORE - Dear November

Read Comments

I'm not the Lucky One

Images by google

IUD!!!
Hahaha, banyak banget blog yang ngasih review tentang pemasangan IUD. Dan saya akan menceburkan diri ke dalam salah satunya.
.
Kenapa IUD?
Karena dua jagoan saya masih kecil. Kami bermaksud untuk memberi jarak untuk (insyaallaah) anak ketiga nanti.
Saya jenis emak-emak korban google. Apa-apa browsing. Tak heran lah saya cariiii info sebanyak-banyaknya tentang kabe.
.
Garis besarnya siih seperti yang sudah beredar secara umum, ada pil, suntik, implan, dan IUD. Berbekal ilmu dari google dan sharing teman-teman, saya akhirnya memutuskan untuk pakai IUD.
.
Saya bukan tipe yang cermat minum obat (mengingat obat dari bidan aja lupa mulu, kadang sampai kunjungan berikutnya, obat masih utuh).
Saya juga gak doyan disuntik. Implan? Big no, saya tidak mau lengan saya disayat.
Baik, berbekal dengan ngumpulin nyali sedikit demi sedikit, akhirnya pagi tadi saya pergi ke puskesmas tempat rujukan BPJS saya aktif.
.
Setelah mengantri satu jam di pendaftaran, akhirnya saya masuk juga ke ruang bidan. Dagdigdugder dimulai dari baru melihat wajah bidan.. #ea.
Apalagi melihat tempat tidur yang ada penyangga kakinya. (Itu belum liat alatnya udah stress kek gitu, payah.. Haha)
.
Begini kira-kira percakapan saya dengan ibu bidan. S (saya), B (bidan).
B : mau kabe bu?
S : iya, saya mau pasang iud (glek! Mulai muncul keringet dingin)
B : Oh, ya. Saya siapkan dulu.
.
Lalu saya duduk sambil ngisi formulir persetujuan, Agra ditidurkan. Setelah selesai mengisi form, saya memperhatikan Bu Bidan yang membuka lemari besi. Mengeluarkan peralatan.
.
Alamakjan!
Peralatannya itu, lho, bikin saya mau nangis. Sampai gak tega buat disertakan di sini gambarnya, hahaha. (Kasian kalau-kalau ada pembaca yang mau pasang IUD)
Saya menguat-nguatkan kaki untuk tetap stay di situ. Suer, rasanya pengin pulang.
.
Dan singkat kata setelah peralatan itu disterilkan, bu bidan siap. Saya pindah ke kasur pesakitan.
B : tahan ya bu, tarik napas. (Si cocor bebek masuk membuka mulut rahim, ada bunyi ngek ngek yang ngilu di telinga)
Saya tenang-tenang aja. Memang rasanya mulas, tapi itsoke. Gak ada apa-apanya dibanding kontraksi melahirkan.
Etapi, kok lama ya, gak selesai-selesai? Bu bidan ngapain aja.. Saya membatin. Katanya pasang IUD gak sampe lima menit?
.
Setelah gatau berapa menit (rasanya lamaaa) bu bidan masih tampak bingung.
B : bu, kemarin secar?
S : engga bu, dua duanya normal anak saya mah.
B : kok mulut rahimnya gini ya, uterusnya juga miring ke atas.
S : (glek! Saya speechless, jendraal... tambah kepengen pulang)
B : bentar ya bu.
.
Si saya ditinggalin begitu aja. Beberapa menit kemudian si bu bidan datang lagi, bawa temennya.
Temennya ikut nguwel-nguwel.
.
Yasalam!
S : (udah mulai nyadar ada yang ga beres) bu, kalau gak bisa pasang, gapapa, saya pulang aja.
B : ih gak apa-apa kok bu, sebentar ya. (Diskusi lagi ama temennya pake bahasa planet)
B1 ke B2 : ini ante gitu yaa? 5 apa 6? 6 kayaknya ya. Duh, gak tega nih nyapitnya, rata banget. Tuh, sedikit aja dah langsung rembes.
.
Hah?
Mereka ngomong apa? Yang rembes apaan? Darah? Kayaknya iya, sakit banget soalnya!
Lalu hening. Berdua asyik di bawah sana. Dan saya asyik menahan mulas, dan stress berat.
.
.
.
Begitulah,.beberapa menit yang menyiksa.
But its already done now!
Alhamdulillah. Legaaa. Yah, sekarang sih perut agak keram, tapi so far so good lah ya. Ga buruk-buruk amat sih pasang IUD. (Apalagi jika mulut rahim anda normal).
.
Maap ya, post begini bukan nakut-nakutin. Hanya berbagi. Bahwa tidak semua yang pasang IUD gak kerasa apa-apa. Jika anda memang termasuk golongan yang tidak merasa apa-apa, congrats then! I'm not the lucky one  (nangis di pojokan)
.
Hhhhm.. Kalau begini sih, nanti kontrol musti ngumpulin nyali lagi!
>.<


#OneDayOnePost
READ MORE - I'm not the Lucky One

Read Comments

Hari Terindah dalam Hidupku

Pixabay.com

"Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupku." Pipimu bersemu merah, mungkin, karena di sini terlalu gelap jadi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.
.
Aku ikut tersenyum, merasakan kebahagiaan itu datang kembali. Kenangan itu cukup kuat untuk menghangatkan malam yang dingin ini.
.
Kamu menatap langit di atas kita. Bulan yang indah tiada cela. Bintang yang seakan dilemparkan seenaknya sampai terserak di mana saja. Jalanan yang lengang, dan udara seakan rela dihirup sampai tandas. Karena malam ini, hanya ada kita berdua. Bagaimana tidak? Ini pukul dua dini hari. Dan kita masih berbincang di teras depan rumah. Seakan dua kekasih yang baru bertemu dan akan kembali berpisah esok hari.
.
"Aku kira, mereka akan malu." Kamu tersenyum lagi. Lampu redup teras membasuh wajah teduhmu.
Aku merapatkan retseling jaket sampai tidak bisa ditarik kemana-mana lagi. Angin mulai bertaring rupanya.
"Tapi nyatanya tidak, kan? Mereka bangga memiliki Ayah sepertimu."
Lalu hening. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.
"Terima kasih, kamu telah membesarkan mereka dengan baik."
.
Dan kamu pun menggenggam punggung tanganku. Sebentar saja. Aku tahu kamu memang begitu. Tidak bisa romantis. Tidak pandai mengumbar cinta. Baik verbal ataupun sekedar genggaman tangan di muka umum, jarang sekali aku dapatkan. Tapi sorot matamu, sudah cukup jelas berbicara segalanya. Rasa hangat dengan seketika merambat. Entah sumber panas terbesarnya berasal dari tanganku yang kamu sentuh, ataukah hatiku yang tengah bahagia.
.
Kita tidak lagi muda. Di hitamnya rambutmu kini ada helai-helai putih yang mencuat. Di kekarnya lenganmu kini mulai muncul urat-urat. Dan aku, sama sepertimu. Kita menua bersama.
.
"Kamu ingat saat mereka baru lahir ke dunia? Rasanya baru kemarin." Ada jeda sejenak, sepertinya kamu mulai menahan bulir air di matamu yang akan segera turun.
.
Kamu mereguk sisa kopi yang pasti sudah dingin dengan satu tegukan, lalu melanjutkan, "aku bahkan masih ingat seringai kesakitanmu di hari mereka dilahirkan. Kebahagiaan berganda-ganda karena aku langsung mendapat dua putra yang sehat."
.
"Ya, dan jangan lupa, lenganmu yang membiru karena aku terus menerus mencengkramnya."
Kamu tertawa. Gigi putihmu terlihat kontras dengan pekat malam.
.
"Dan esok salah satu putra kembar kita akan menemukan tulang rusuknya. Ia akan meninggalkan sarang ini, demi membuat sarang baru dengan kekasih hatinya. Betapa waktu begitu tega mencuri anak mungil kita." Kali ini, aku yang menggenggam tanganmu. Saling menguatkan, aku tahu itu yang kita butuhkan.
***
Sepuluh tahun lalu. Seorang lelaki paruh baya tampak berjalan lunglai. Di pundaknya tersampir dua kotak kecil. Entah berisi apa, tidak terlihat. Ia mengenakan baju kumal dan sepatu yang sudah meranggas di sana-sini. Badannya kurus kering, kulitnya hitam, khas kulit yang terlalu sering terpapar matahari.
.
"Sol patu!" Ia berteriak. Berharap pintu-pintu rumah tertutup itu ada yang terbuka untuknya.
Memberi tambahan penghasilan untuk dapurnya.
.
Ia melewati sebuah rumah dengan halaman luas. Tampak lima enam anak berseragam SMA tengah asyik bermain gitar dan tertawa-tawa. Dengan sudut matanya, ia tahu ada kedua putranya di sana. Sepertinya itu rumah salah satu teman mereka.
.
Ia menarik topinya semakin bawah. Berusaha menyembunyikan wajahnya dan berjalan menunduk. Ia berdoa semoga teman-teman putranya tidak ada yang mengenali. Ia takut si kembar merasa malu pada keadaan ayahnya.
.
"Hei, itu Bapak, kan?" Suara si bungsu terdengar olehnya.
"Bapaaaak, sini, Pak!" Sulungnya menimpali. Lalu mereka berdua setengah berlari menujunya. Berebut membuka pagar, mencium tangannya yang kotor dipulas semir sepatu.
"Bro, Bapak gue ikut istirahat boleh ya!" Teriak si bungsu pada kawannya.
"Sekalian minta es teh!" Timpal si sulung.
.
Lelaki yang dipanggil Bapak, mematung. Matanya bersitatap pada teman-teman anaknya yang memandangi mereka bertiga. Ia tersenyum bangga. Seolah ada gumpalan-gumpalan doparmin beterbangan di sekelilingnya. Menggumpal-gumpal, masuk ke kerongkongannya. Menyesakinya dengan rasa bahagia. Bahagia yang dijejalkan paksa, terlalu penuh hingga dadanya terasa berat. Air mata siap merebak, namun ditahannya.
.
Ya, itulah hari paling bahagia dalam hidupnya.

#OneDayOnePost
READ MORE - Hari Terindah dalam Hidupku

Read Comments

Review: A Child Called 'it'

Buku yang paling berkesan?
.
Banyak!
.
Tantangan minggu ini membuat sebuah review tentang buku yang paling berkesan. Saya langsung teringat binder kusam saya. Dulu, saya punya kebiasaan mereview buku. Buku apapun (kecuali komik dan buku kuliah tentunya) selalu saya tulis reviewnya. Tapi setelah ngajar di SD, kebiasaan itu berhenti. Padahal itu hal yang cukup bermanfaat.
.
Awalnya, saya berhenti karena memang tidak ada buku yang harus saya review. Selama hampir dua tahunan saya gak baca buku sama sekali. Lalu, apa yang mau direview? Lalu suami menanyakan apakah ada buku yang tidak terpakai? Lalu si binder itu berpindah tangan. Sudah. Tamat sampai situ usianya.
.
Lalu hari ini tiba-tiba harus membuat review buku. Sebetulnya saya sudah cukup banyak membaca. Dan ada beberapa buku yang cukup berkesan dan saya ingat sampai sekarang. Ada juga buku-buku yang mampir sebentar lalu lupa.
.
Kalau saya review buku-buku best seller tanah air rasanya gak seru. Karena pasti banyak yang sudah baca. Apalagi novelnya Tere Liye, novel sejuta umat itu mah. Gak tau juga ya kalau yang saya review, buku yang agak berat macam karya Ayu Utami. Karena waktu dulu SMA, guru Bahasa Indonesia saya melihat saya membaca Saman karya Ayu Utami lalu berkomentar, "itu mah bacaannya terlalu berat atuh Neng." Dan benar saja, saya memang gak faham. Hahaha. Tapi setelah dibaca yang kedua kali, baru bisa menikmati.
.
Tapi, ya begitulah. Otak saya yang ringan ini, gak bisa review yang berat-berat.
Hmmm, akhirnya saya putuskan untuk membuat review tentang trilogi buku terjemah. Karya Dave Pelzer, seorang pensiunan Angkatan Udara. Buku ini bercerita tentang pengalaman nyata sang penulis, bagaimana ia bertahan hidup ditengah child abuse yang dilakukan ibunya sendiri. Ibu kandung. Dan child abuse yang dialami Dave ini, masuk kategori penyiksaan terparah ketiga di negerinya, California.
.
Apa yang dilakukan Sang Ibu?
Dave dihukum perlahan dari mulai "duduk di pojok", lalu semakin lama, hukuman yang diterimanya semakin tidak masuk akal. Mulai dari tidur di luar rumah. Lalu dipaksa minum cairan kimia macam clorox, cairan pencuci piring, sampai amonia. Bahkan Dave dipaksa makan kotoran adiknya, yang masih bayi.
.
Belum selesai, Dave juga pernah dibakar di atas kompor. Lalu perutnya ditusuk pisau, gara-gara Dave tidak selesai mencuci piring dalam waktu dua puluh menit! Dan luka yang parah itu, tidak diobati, sampai infeksi. Engh!
.
Lalu kemana ayahnya? Ayah dan saudara kandungnya yang lain tidak berbuat apa-apa. Entahlah, ada yang miss dari buku itu. Saya rasa itu nilai minusnya. Tidak diceritakan mengapa ayahya diam saja, atau kenapa perlakuan itu hanya diterima Dave, sedang saudara kandungnya yang lain masih mendapat curahan kasih sayang. Juga tidak diceritakan mengapa ibunya yang berhati malaikat tiba-tiba berubah menjadi sangat kejam.
.
Buku ini dilanjut ke The Lost Boy, dan A Man Named Dave. Tidak perlu saya review ya, karena akan kepanjangan dan saya juga mulai lupa-lupa karena bacanya sudah sangat lama. Tapi over all, its a good book to read, must have!
.
Berikut deskripsi bukunya


Judul: A Child Called 'it'
Penulis : Dave Pelzer
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2003, cetakan kelima
Jumlah halaman:184
Ukuran buku: 21 x 13 cm
.

#OneDayOnePost
#TantanganODOP
READ MORE - Review: A Child Called 'it'

Read Comments

Bukan Tentang Isi

pixabay.com

"Uncle, saya mau tanya. Gimana caranya buat tulisan berisi setiap hari? Saya kok ya bingung.. Kalau dipaksakan nulis dan dipost hari itu. tulisan saya itu kesannya gak berisi. Malah bagusan tulisan saya yang dulu-dulu, karena mengalami masa diendapkan dulu, terus diedit." Curhat saya di suatu malam saat sedang bedah tulisan di grup whatssapp.
.
"Gak usah pikirin tulisan saya bagus atau enggak. Tulis yang ringan-ringan aja. Yang penting nulis." Jawab Uncle Ik.
.
Lalu tiba-tiba sang founder, Bang Syaiha, menimpali, "blog saya juga tulisannya gak berisi, Mbak. Pokoknya tulis aja apapun setiap hari. Kalau nanti mau buat novel, baru mengalami proses diendapkan-diedit-endapkan lagi-edit lagi. Ini saya juga barusan duduk, nulis lima belas menit, gak pake dibaca lagi, langsung publish."
.
Saya terdiam. Dan faham.
Ternyata saya pasang target ketinggian. Sombong kali ya... Barangkali kalau penulis sekelas Tere Iiye baru bisa. Sedangkan saya... Apalah saya ini. Tapi sudah ingin bisa menulis tiap hari dengan tulisan yang cetar. Ujung-ujungnya jadi gak nulis apa-apa karena kebanyakan mikir. Hahaha...
.
Bahkan sekelas founder ODOPnya pun kalau saya intip blognya memang berisi hal-hal sederhana, tentang kejadian di hari itu. Gak melulu tentang tulisan-tulisan berat yang membuat napas tertahan.
.
Dan terbukti tulisan Beliau sebagai orang yang rajin nulis tiap hari, enak dibacanya. Dan sudah berhasil menerbitkan dua novel.
Jadi, lupakan dulu tentang tulisan yang cetar dan meledak. Belajar saja dulu menulis tiap hari.
.
Karena sungguh, hasil tidak akan mengkhianati proses. InshaAllah.
.
#OneDayOnePost
READ MORE - Bukan Tentang Isi

Read Comments

Me Time Ala Ummi

www.pixabay.com

 “Mi, kopinya jangan yang gitu lah.” Suami saya mengerutkan keningnya. Mulai gerah dengan saya yang intens menyeduh kopi saban pagi.

“Kopi itu warnanya hitam, ada ampasnya. Bukan yang begituan” Saya hanya nyengir. Mengiyakan. Setuju. Tapi belum tentu mau nurut.

Entah kenapa kebiasaan buruk ini kembali. Dulu, waktu kuliah di awal-awal semester, saya doyan ngopi—juga yang jenisnya begini—coklat tanpa ampas, tidak sehat. Sekarang terulang lagi. Padahal tidak mudah melepaskan diri dari jeratan kafein.

Mungkin, awalnya dari rasa lelah saya saat sedang hamil besar. Mengajar di kelas yang super aktif dengan badan berat, itu luar biasa melelahkan. Belum lagi kondisi guru kelas sebelah yang tiba-tiba resign, membuat saya kerap harus mengajar juga di jam yang seharusnya kosong. Bayangkan saja, seorang ibu hamil mengajar dari jam tujuh sampai setengah tiga. Tanpa jam kosong. Dan keadaan kelas saya sekarang, keren-keren banget dah anaknya, menuntut mobilitas tinggi.

Satu autis, dua slow learner, dan satu hyperaktif. See? Seorang helper di kelas, tidak cukup. Kami masih kewalahan. Nah si akang hyperaktif ini—yang ternyata sekarang bikin kangen—kasus terbarunya adalah melorotin celana Pak Guru SMP, duh! Ia kerap kabur dari kelas. Sekembalinya “berkelana” keliling sekolah, ada saja barang yang ia bawa. Mulai dari kardus bekas, sapu dan pengki yang diambil dari gudang, corong lengkap dengan selang buat ngisi bensin—jangan nanya dapet darimana, saya juga gagal paham—sampai sikat toilet. Sing sholeh nya bageur! Hapunten Ibu curhat didieu.

Dan kondisi hamil itu juga membuat saya kerap tertidur ketika mengajar Al-Qur’an. Pukul 09.30, selepas istirahat, saya duduk manis melingkar dengan sembilan belas anak yang bacaan Qur’annya sudah bagus. Kelompok yang saya pegang adalah kelompok yang paling bagus bacaannya. Disaat yang lain masih belajar membaca tartil, kelompok saya sudah belajar Gharib. Tiga puluh menit menyimak satu persatu bacaan anak yang sudah tartil—dan nikmat didengar—kerap membuat Al-Qur’an yang saya pegang, terjatuh. Yah, menggelincir begitu saja karena saya ketiduran.

Alhasil, saya rajin ngopi di jam istirahat. Berharap sedikit tamparan kafein mampu membuat saya jadi guru Al-Qur’an yang baik. Khusyuk menyimak dan bukan guru yang doyang ketiduran. Jadilah kebiasaan ngopi itu terbawa sampai sekarang. Pusing kepala rasanya kalau belum menghirup kafein pagi hari. Me time with caffeine, sounds not too bad, isnt it?

Celakanya ternyata beberapa hari ini segelas kopi itu nambah dosis. Haha, malam-malam seringnya ngopi lagi. Semakin bawel lah sang suami tercinta.

Melenceng jauh dari judul nih...

Di tulisan ini, intinya saya hanya ingin kembali mengingatkan, me time itu tetap harus kita punya. Terigat tulisan Mbak Kiki Barkiah yang kece abis, tentang menjaga kewarasan sebagai ibu rumah tangga. Saya sekarang Ibu Rumah Tangga, dan menjaga diri tetap waras, memang sulit. Well, waras di sini adalah waras yang sebenar-benarnya waras. Menjaga kewarasan intonasi suara, sikap tubuh, menghindari hukuman fisik, omelan-omelan tidak perlu, hal-hal seperti itu. Karena sungguh, anak kecil itu memang sangat pandai mendongkrak emosi.

Me time saya sederhana. Tidak perlu meni-pedi atau creambath di salon. Cukup turun ke dapur, menyeduh kopi, membaca novel, menulis, atau nonton film di laptop, selesai. Hal itu sudah membuat saya bahagia. Tapi sungguh, bahkan kadang hal sepele seperti itu pun sulit untuk dilakukan. Kadang dalam satu hari,  me time saya hanyalah sedikit berlama-lama saat mandi. Hahaha...

Sungguh perjuangan menjadi seorang ibu. Seperti semalam, si bungsu yang oek-oek dari jam satu malam, dan baru bisa tidur lagi jam setengah empat pagi. Padahal saya baru lelap tertidur pukul dua belas. Saat mata sudah nyaman menutup, eh, si sulung bangun. “Ummi... Ummi... gugah.” Begitu katanya. Pening lah kepala saya.

Ah, tidak ada salahnya kopi renceng murahan ini saya seduh. Karena di setiap sesapannya, saya kembali mendapat energi menghadapi hari-hari sebagai Ibu Rumah Tangga yang akan berakhir satu bulan lagi.

Rabbi habli minash sholihiin...

#OneDayOnePost

READ MORE - Me Time Ala Ummi

Read Comments

Si Penggosok Kuali

Comberan, matahari, galau, kalajengking.
Whats wrong with those words?

Itu tantangan minggu ketiga ngODOP. Membuat sebuah tulisan yang di dalamnya ada kata tersebut. Dan saya sudah utang tulisan banyaaaak sekali. Hahaha, menulis setiap hari itu tidak semudah memandikan dua balita. Dan rasa malas untuk memulai ini memang sangat mempengaruhi selesainya sebuah tulisan.

“Biarlah malas, asal jangan sampai hiatus.” kata seorang suhu di ODOP. So, here we go, sebelum saya naik level dari malas ke hiatus (padahal gak ngerti juga hiatus itu apaan, ikut-ikutan aja) ini sebuah cerita kecil yang kubuat grasa-grusu (demi tidak sampai ditendang dari kelas ODOP).

***

www.pixabay.com

“Kau memang hebat, sudah kuduga kau yang akan jadi pemenang! Selamat, selamat!” Seorang koki senior, merangkap juri, menepuk-nepuk pundaknya. Rasa bangga jelas terdengar dari nada suaranya.

Wartawan langsung sigap membidik. Lampu blitz berkilat-kilat indah, mengabadikan memori.

“Aku hanya beruntung.” Ia tersipu malu-malu.

Ah, seharusnya ia tidak perlu merasa malu. Bukankah ia telah meraih segalanya? Karirnya yang diawali dari seorang jongos penggosok kuali berjelaga di sebuah warung makan. Dan lihatlah kini! Ia menjadi seorang chef ternama. Bakat? Rasanya hanya sedikit bakat yang ia punya. Karena porsi terbesar kesuksesannya adalah tekad. Dan do’a.

Bagai menelan coklat berpuluh batang, otaknya kini banjir dopharmine. Rasa senang mengerubuti dirinya dari kepala hingga kaki. Lampu blitz menyambar dari setiap sudut. Para wartawan berebut mencari angle yang paling tepat untuk media mereka. Sodoran microphone terasa bagaikan buah-buah yang ranum. Begitu menggoda.

Ajang mencari bakat bagi para penggiat kuliner, telah ia menangkan dengan penuh intrik dan drama. Ia mampu memuaskan penonton yang memang tidak mau acara monoton. Berkatnya, acara kompetisi masak memasak itu naik rating. Membuat ibu-ibu mau beralih dari nonton film India. Kerja kerasnya selama tiga bulan ini membuahkan hasil. Dari audisi sampai jadi pemenang, sungguh bukan perkara mudah. Bisa melahirkan satu novel rasanya.

Kini namanya bisa disejajarkan dengan chef ternama nusantara. Berbagai menu dari lima benua telah khatam ia buat. Padahal dulu, menyebutkan namanya saja, lidahnya keseleo. Lihatlah bagaimana cara kerja Tuhan! Sungguh apik dan ciamik! Rasanya ia lebih hebat dari sekedar super hero. Bukan lagi pemuda miskin harapan yang rumahnya bau comberan. Sungguh perjuangannya patut dianugerahi ratusan piala.

Esok, pasti wajahnya membanjiri aneka media. Muncul di koran, majalah, televisi. Senyum manis dan tulus terlahir dari wajahnya. Hangat, sehangat matahari. Tak akan nampak lagi wajah lunglai versi galau. Ia lupa pada kesedihan, seketika saat gelar juara itu tersemat untuknya.

Ia masih ingin tersenyum pada semua wartawan yang mengerumuninya ketika tiba-tiba matanya tertuju pada kaos merah bergambar kalajengking yang kini ada persis di depan matanya.

“Hoi! Ngelamun mulu!” Ujar si pemilik kaos kalajengking.

“Ah, lu ngagetin gue!” ia terkesiap. Kembali mendapati kenyataan bahwa dirinya begitu kumal. Tengah berjongkok di antara tumpukan piring kotor, sabun pencuci piring, spons basah yang sudah meranggas tepiannya, dan tentu saja, kuali berjelaga yang menyebalkan.

“Ya abis lu nape, nyuci piring kagak beres-beres. Gosok kuali yang bener, ga usah sambil cengengesan gitu, ngeri gue! Tuh, pembeli ude nguler, bantuin gue!” lelaki itu melenggang, sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mulutnya masih merapalkan sesuatu. Ia bingung mendapati teman kerjanya bisa santai cengengesan di tengah sibuk-sibuknya rumah makan tempat mereka bekerja.

Sial! Ternyata khayalan pemuda itu sudah bergerak terlalu jauh, mengkhianati kenyataan. Satu-satunya yang benar dari mimpi itu adalah ia adalah seorang jongos di rumah makan. Ah, tidak ada waktu untuk memunguti mimpi yang kadung terserak. Ia menggosok-gosok ujung hidungnya. Saatnya kembali ke kuali-kuali berjelaga yang selama ini telah menghidupinya.

#OneDayOnePost
#TantanganODOP
READ MORE - Si Penggosok Kuali

Read Comments

Tujuh Tahun yang Tergadaikan

Sakit! Hatiku sakit, hancur. Layaknya mainan kaca yang kau lempar sekenanya ke batu. Hancur berkeping-keping. Kemana memori tujuh tahun itu kau gadaikan? Kepadanya yang terlihat lebih indah? Atau pada berlembar rupiah yang tak seberapa? 
.
Kukira kamu perempuan yang berbeda.
Memori itu kupeluk erat. Kuingat-ingat aroma parfum di badanmu. Kukristalkan senyum dan rona wajahmu. Kukunci erat perubahan ekspresimu. Tujuh tahun, menurutku adalah angka yang fantastis. 
.
Berapa kali kau murka padaku? Berapa kali juga kau membuatku membuang waktu, demi menungguimu. Pernahkah aku mengeluh?
.
Rasanya akan abadi. Saat kita berdua menelikung mimpi. Menyusuri jalan-jalan lengang di malam hari. Menikmati siraman lampu jalan di kota yang tak pernah mati. Kau dan aku, selayaknya mereka yang berbahagia, terasa begitu sempurna.
.
"Aduh, maaf banget ya.. Kamu pasti kedinginan." Aku tersedot ke ingatan, entah kapan. Karena aku alpa akan segala, terutama penamaan waktu. Tapi tentang kamu, tak ada yang luput dari ingatanku.
.
Aku memperhatikan baju toscamu yang mulai terkena tempias hujan. Rinai yang menyebar di anak rambutmu, membuat dirimu tampak semakin indah.
"Tidak apa, aku sudah terbiasa menunggumu. Mari kita pulang." Aku berkata pelan. Terbatuk sebentar, lalu bergandengan, menemanimu. Lagi, membelah jalan yang mulai lengang.
.
"Hari ini melelahkan sekali. Pekerjaan tak kunjung habis." Seperti biasa, kau mulai meracau. Tapi sederet keluhan dari bibir mungilmu masih lebih indah dari nuansa senja. Mungkin aku terlalu cinta. Kamu menumpahkan segala penatmu di hari itu. Dan aku, bagai danau yang menampung hujan, tak pernah menolak untuk jadi penampung segalamu.
.
"Aku lelaaaaah... Antarkan aku ke cafe itu dulu, ya sayang. Segelas kopi mungkin bisa membuatku lebih berdamai dengan penat ini." Lalu senja itu kita habiskan berdua. Aku turut menikmati kebersamaan itu bersamamu. Mengamini setiap ucapmu.
.
Tujuh tahun kebersamaan kita yang tergadaikan. Sepertinya do'aku pada Tuhan kurang kencang. Hingga sekarang ternyata kau harus pergi, menggelincir dari pelukanku. Bolehkah aku berunjuk rasa padamu, Tuhan?
.
"Maafkan segala salahku padamu, sayang. Semoga kamu bisa menemukan yang lebih baik dariku." Jemari halusmu menggurat punggungku. Mungkin penyesalan itu ada juga padamu, walau tak sebesar penyesalan milikku.
.
Hari terakhir membersamaimu. Ternyata harus tiba. Aku mencoba untuk menikmati sesaknya melepaskan. Tidak akan mudah, aku tahu. Tapi mungkin bahagiamu, juga adalah citaku. Saat ini udara terasa menipis. Paru-paruku terasa sempit.
Kamu terlihat cantik dengan baju coklat muda hari ini. Ah, mengapa aku masih harus terpesona padamu yang akan mencampakkan aku.
.
Kamu berusaha membuka percakapan. Tapi aku tak sudi mengucap kata pisah.
"Terima kasih untuk tujuh tahun kita yang penuh cerita. Sepertinya kesehatanmu semakin memburuk, Sayang." Bukannya menjawab, aku malah terbatuk. Lagi, dan lagi.
.
Kamu mengelusku pelan, lalu kembali menggandeng tanganku. Kita kembali menelusuri jalanan yang sama. Lantas kamu meninggalkanku sendiri di parkiran kantormu, seperti yang sudah-sudah.
.
"Hari terakhirmu bertugas, sayang. Nanti baik-baik ya sama pemilik barumu." Aku tergugu, mencermati puluhan motor baru yang lebih mentereng di sekitarku. Kira-kira, yang rupanya seperti apa nanti pengganti diriku? 
.
Ah, aku tak mau membayangkannya. Sudahlah. Hari ini, dengan takzim aku akan kembali bertugas. Hari terakhir aku membersaimu setelah tujuh tahun, yang pasti akan kurindu.

Bandung, 13 Oktober 2016

#OneDayOnePost
#Fiksi

READ MORE - Tujuh Tahun yang Tergadaikan

Read Comments

Your Call

"Your Call"

Waiting for your call, I'm sick, call I'm angry
Call I'm desperate for your voice
Listening to the song we used to sing
In the car, do you remember
Butterfly, Early Summer
It's playing on repeat, Just like when we would meet
Like when we would meet

I was born to tell you I love you
And I am torn to do what I have to, to make you mine
Stay with me tonight

Stripped and polished, I am new, I am fresh
I am feeling so ambitious, you and me, flesh to flesh
Cause every breath that you will take
When you are sitting next to me
Will bring life into my deepest hopes,
What's your fantasy?
(What's your, what's your...)

I was born to tell you I love you
And I am torn to do what I have to, to make you mine
Stay with me tonight

And I'm tired of being all alone, and this solitary moment makes me want to come back home
[4x]
(I know everything you wanted isn't anything you have)

I was born to tell you I love you
And I am torn to do what I have to

And I was born to tell you I love you
And I am torn to do what I have to, to make you mine
Stay with me tonight
(I know everything you wanted isn't anything you have)

***

"Lagu apa?"
Itu yang pertama kali saya tanyakan padanya saat mendengar lagu itu.

Sekali dengar, langsung jatuh cinta. Lagunya enak, cucok lah buat yang lagi galau. Yah, saya kan dulu sebelum nikahmah emang sering banget galaunya. Hahaha.

"Your call." Jawabnya.

"Yang nyanyi siapa?"

"Secondhand serenade."

"Mau lah, liriknya njleb banget."

Dan berlangsunglah sharing itu, via flash disk, karena lagu itu saya dengar di komputer kamarnya, bukan dari HP. Karena saat itu masih zamannya HP poly ponic, dengan tool share pakai blue tooth. Itu sudah paling yahud. Kalau tidak salah, HP saya saat itu baru ada fasilitas radionya. Gak bisa play musik.

"Lagu cinta-cintaan kayak gini teh lebay banget ya." Katanya dengan lengan yang lincah memindahkan data. Saya mengangguk. Antara menanggapi dan tidak.

"Gak ada manfaatnya." Ujarnya lagi, menyerahkan flashdisk berukuran 1 GB berwarna biru tua milik saya.

Lah, terus kenapa didengerin mulu daritadi kalau gak ada manfaatnya? Saya membatin.

"Nana mah suka diganti. Itu yang pas "I was born to tell you i love you," You-nya tuh diganti sama Allah. Ya gitulah beb, setiap lagu-lagu cinta yang lebay gini, Nana suka ganti, ditunjukkan ke Allah. Jadinya gak lebay kan, da emang kuduna kitu. Cuma buat Allah cinta-cintaan mah."

Saya tersenyum. Orang sholih(ah) selalu punya caraya sendiri untuk mengungkapkan rasa cinta padaNya.

(Cerita nyata, dulu pas zaman kita masih gadis2 belia berbaju putih abu)

Bandung, 12 Oktober 2016
#OneDayOnePost
#MingguKeDua
#UtangSatuPostLagi

READ MORE - Your Call

Read Comments

Saat Kamu Pulang Terlalu Cepat



Haly Syahrastani sayang...
Mamah tidak mau mengingat kapan kamu lahir dan kapan kamu kembali pada
Rabb-Mu
Mamah juga tidak mau mengingat hari-hari kebersamaan kita selama 8 bulan lebih di kandungan dan selama 3 hari di dunia ini

Haly Syahrastani sayang...
Mamah hanya mau mengingat bahwa kau, mamah, dan abimu... Kelak kita akan berkumpul kembali di syurga

Haly Syahrastani sayang...
Sekarang kau sudah ada di syurgaNya Allah...
Menjadi kunang-kunang mungil yang bertebaran di sana... tunggu mamah sama abimu di pintu syurga itu ya...

Allah...
Engkaulah Rabbku
Cintaku, pengabdianku akan selalu untuk-Mu

Allah...
Engkau telah memilihku diantara hamba-Mu yang sabar
Engkau telah menjanjukanku sebuah rumah di syurgaMu kelak
Tetapkan aku agar selalu setia pada-Mu. Agar selalu ikhlas dan sabar menghamba
padaMu
Agar selalu ingat bahwa cepat atau lambat hamba akan menghadap-Nya juga

Allah...
Hamba mohon agar Engkau berkenan
Memanjangkan usiaku dan suamiku di dunia ini
Dalam kesehatan dan keberkahan
Agar hamba dan suami hamba bisa beramal sholeh sekemampuan hamba
Karena...
Di akhirat kelak...
Hamba ingin berkumpul dengan suami, Haly, para shiddiqin, shalihin, mujahiddin, dan para nabiyyin, di syurgaMu

Ya... di tempat kembali yang terakhir
Dimana kebahagiaan akan kekal di sana

24 Maret 2016
Neneng Siti Zakiyah

***



Tanyakan saja pada setiap wanita, yang sudah merasa. “Bagaimanakah rasanya menjadi seorang ibu hamil?”
Sungguh, hamil itu adalah “nikmat”!

Nikmat saat kau begitu ingin makan, tapi tidak ada satu suap pun yang meluncur mulus ke dalam perutmu. Karena saat mencium baunya saja, kamu sudah mual dan hilang selera.

Nikmat karena badanmu yang singset itu tetiba terasa amat beratnya. Beban yang tidak bisa dilepaskan barang sebentar. Tidur miring salah, telentang pun bukan. Kedua kaki rasanya sudah lelah menopang. Jalan sakit rasanya.

Serba salah! Belum lagi rasa gerah yang tidak bisa berpindah. Baju pendek pun masih tetap saja basah. Dingin pegunungan pun tidak ada rasanya. Lalu teman setia, malam-malam panjang yang membuat lelah. Night watcher menjadi sandangannya.

Saat mata mulai bisa diajak berdamai untuk terpejam, tiba-tiba si janin bermain dengan kantung kemih ibunya. Lantas harus kembali terbangun untuk berkemih, jangan harap bisa ditunda-tunda. Hampir sepuluh bulan menanggungnya.

Suami yang tidak peka pasti jadi masalah. Nada bicara keras sedikit, menusuk hatinya. Ingin mengeluh, ingin dimanja, namun kadang tidak ada yang bisa diajak kerja sama. Lagi-lagi, harus ditelan sendiri saja. Begitulah, nikmat hamil yang dirindu banyak wanita.

Lalu perjuangan melahirkan ke dunia. Ah, itu butuh satu postingan tersendiri rasanya. Tapi, tidak ada yang menyesal menjadi seorang ibu. Mana yang ingin anaknya satu? Coba tunjuk tangannya!  Saat si kecil membuka mata untuk pertama kalinya, segala lelah itu sirna. Terlahirlah cinta tanpa pretensi, yang begitu murni.

Namun, jika ternyata si kecil yang sudah begitu didamba harus kembali pulang ke pangkuanNya? Rasanya terlalu cepat... Belum kita puas menatap kerling matanya, belum lagi kita sempat memeluk hangat tubuhnya... Bagaimana rasanya?

Kawan saya tahu rasanya. Seorang perempuan yang semoga surga merindunya. Seorang hafidzah, sholihah, cantik parasnya. Predikat sempurna yang dirindu semua wanita. Beliau harus kehilangan buah hatinya di hari ketiga.

Betapa Allah mencintaimu, kawan! Padahal predikat hafidzah pun sudah digaransikan dengan ketinggian derajatmu di hadapan-Nya. Lalu, sekarang tabunganmu bertambah. Seorang anak yang telah kau lahirkan, lalu dipanggilNya, ia akan kembali menjemputmu di pintu surga-Nya, Insya Allah.
Bergembiralah! Lukamu hari ini, akan lunas terbayar indah, suatu hari nanti.
Seharusnya saya iri, bukan? Saat kedua buah hatiku begitu sehat dan sempurna, buah hatimu telah dijadikan tabungan besar tak terkira. Saat hafalanku yang tidak juga bertambah, bibirmu selalu basah dengan murajaah...

(Terima kasih sudah mengizinkan saya berbagi cerita, walaupun postingan ini sudah amat terlambat)

Bandung, 12 Oktober 2016

#OneDayOnePost
#MingguKeDua
#MasihUtang
READ MORE - Saat Kamu Pulang Terlalu Cepat

Read Comments
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men