Saat Itu

pixabay.com


Saat itu....
Sedu sedan jadi makanan, tangis merupa kebiasaan, gelisah yang betumpuk-tumpuk menjadi beban,namun tetap tidak ada upaya untuk dibenarkan.

Saat itu...
Diam menjelma kawan, dingin malam menjadi santapan.
Belum lagi rasa sepi, kehilangan, dan mimpi-mimpi panjang melelahkan.

Saat itu...
Dia hanya bisa duduk, tersaruk mencari rasa yang berserakan. Mencoba memahami arti dari mimpi, dari tangis yang hilang jeda, juga hati yang kulitnya mengelupas.

Saat itu...
Dia merengkuh duka dalam-dalam, menghirup sesaknya hening fajar dan menelan kembali ratusan kata yang tidak bisa terlahir akibat bidan aksara yang tak hendak membantu persalinan kata.

Saat itu...
Diam.
Dia sakit kepala.
Mungkin akibat dikhianati kata yang terperangkap, hanya berisik di kepala, tanpa ada telinga yang menangkap, menanggapi, atau sekedar menangkap resonansi.

"Jangankan telinga orang," katanya. Bahkan telinganya sendiri saja, yang satu kepala dengannya, tak bisa mendengar apa-apa.

Saat itu...
Pada usangnya sajadah dan mushaf ia kembali.
Ah, ya. Mereka memang selalu bisa jadi andalan di saat sepi.

***

Di bawah langit-langit,
Dibatasi empat dinding yang sudah kuhafal warnanya dengan baik,
6 Mei 2017
READ MORE - Saat Itu

Read Comments

Payung

Image by google

"Kamu ngerusak payung Mama?" Tanya Ibu Luthfi dengan nada tinggi. Tak mengindahkan anaknya yang basah terkena siraman hujan.
Luthfi bergeming. Bukannya menjawab salam, ibunya malah membentak.
Kakak dan adiknya duduk di kursi, menunduk. 
.
Senyum Luthfi yang mengembang di sepanjang jalan dari sekolah sirna sudah. Ia mengangguk.
.
"Maaf, Ma. Luthfi tidak sengaja." Bukannya melunak, Mama Luthfi malah memukulkan tongkat payung itu ke betisnya. Satu. Dua. Tiga. Empat. Luthfi memejamkan mata, menggigit bibir, menahan sakit.
.
Rasa panas menjalar di kakinya. Tapi, lebih panas lagi matanya. Sebisa mungkin ia tidak akan menangis.
.
"Bodoh, anak tak berguna! Mama kan udah bilang, jangan pakai payung mama! Kamu mau ganti, hah?"
.
Satu pukulan berikutnya, lebih keras dari yang tadi.
.
Luthfi diam, kakak-kakaknya diam. Adiknya yang paling kecil menangis. Mungkin takut. Bayi tak berdosapun merasakan atmosfer tidak nyaman itu.
.
"Susah-susah Mama ngegedein kalian. Gak ada yang berguna! Bisanya cuma minta uang, beli ini, beli itu. Ngerusak ini, ngerusak itu!"
.
Mama berkacak pinggang. Kini tidak hanya Luthfi yang jadi sasaran. Kelima anaknya jadi korban, hanya karena payung patah sialan itu.
.
"Mama tuh capek! Harus masak, harus nyuci, harus nyetrika, belum harus bikin kue, jualan keliling kampung! Kalian cuma bisa bikin Mama susah!" Muka mama Luthfi merah. Amarah meledak, tangis hampir meruah.
.
"Minta sana sama Bapak kalian! Datangin ke istri mudanya!" Kelima anaknya tertunduk lebih dalam. Siapapun kini faham, amarah Mama mereka, bukan sekedar tentang gagang payung yang patah.
***
Dua puluh enam ribu lima ratus. Anak laki-laki itu melirik uang yang kini ada di tangannya. Jika ia membeli kerudung itu, uangnya tinggal seribu lima ratus. Artinya, ia tidak akan bisa pulang naik angkot.
.
Ia bergeming di tempatnya beberapa saat, lalu memutuskan untuk membeli. Dipilihnya kerudung polos segi empat tanpa motif. Biru muda. Pasti cocok untuk wajah perempuan itu. Perempuan yang telah membesarkannya selama dua belas tahun.
.
Setelah pelayan toko membungkus kerudung itu, segera dimasukkannya ke dalam tas ransel. Tas itu kumal, layaknya baju seragam merah putih yang membungkus tubuh kurusnya. Dari bladus warnanya, siapapun akan tahu, bahwa baju dan tas itu pastilah lungsuran seseorang, mungkin kakaknya.
.
"Ibumu ulang tahun?" Tito yang menemaninya ke toko jilbab bertanya.
"Tidak. Memang kenapa?" Anak itu balas bertanya.
"Kenapa kamu belikan hadiah segala?"
"Gak apa-apa, pengen aja."
.
Mereka berdua menelusuri gang demi gang untuk memangkas jarak. Tito sebenarnya menawari Luthfi untuk pinjam uangnya, tapi Luthfi menolak.
.
Mereka berbincang tentang segala hal di hari itu sambil tertawa-tawa. Luthfi ingin segera sampai di rumah, ingin memberikan hadiah kecil untuk ibunya. Uang jajan yang telah ia sisihkan selama seminggu ini.
.
Beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba hujan mengguyur bumi. Tito berlari, sedang Luthfi menepi. Ia teringat ada payung milik ibunya. Luthfi membuka payung usang yang sudah karatan. Berusaha membuka, tapi payung itu tak hendak menuruti keinginannya bahkan setelah dikerahkan semua tenaga miliknya.
.
Krak! Payung itu malah memilih untuk patah. Gagangnya terkulai. Ah, sudahlah. Luhfi tidak peduli, mengejar Tito yang sudah sepuluh langkah di depannya.
.
Ia berlari kencang sembari tertawa. Acuh pada hujan, tak peduli pada payung patah, atau pada seragam dan sepatunya yang basah. Ia tak ingat bahwa seragam dan sepatunya hanya satu, dan itu berarti tak ada ganti untuk esok hari.
.
Hatinya bernyanyi riang.
Mama, ini ada hadiah untuk mama, tunggu sebentar ya....
***

Ummusagara, 18 April 2017
READ MORE - Payung

Read Comments

Milang Tanggal, Miceun Sono

Nulis Basa Sunda teu gampang. Diksi nu aya di otak abdi, ngan sakitu2na. Sigana leuwih gampang nulis ku Basa Indonesia, atawa Inggris, meureun. (Da Inggris mah bisa ningali kana kamus. Basa sunda mah hese milarian kamusna).
.
Nyobian nulis manual dina buku. Tos jadi, teu pede bisi ngaco. Langsung enggal2 diketik, dicopy, dikirimkeun ka Ibu Guru @sri guntari, nu lulusan Sastra Sunda meles.
.
Hatur nuhun bu Nci, tos kersa ngedit sangkan teu ngisinkeun ieu puisi dipublish. Hehehe..
.

Dina foto, versi asli sateuacan diedit master.
.
***
Milang Tanggal, Miceun Sono
.
.
Tuh tingali sagara
Ombakna terus gugupay
mapaykeun kalakay
Nu teu bosen diilikan
Unggal poek unggal ngempray
.
Tah sawang gunung nu ajeg nangtung
Pasak eurih teu eureun ngawih
Iber pikeun balerea
Rupa wanci nu teu bubuk kasaring ati
.
Prak tempo eta curucud ibun
Dina panon sakolebatan
Ngagalaksak kana rungkad
.
Poe ieu
Masih keneh
Kuring milang tanggal, miceun sono
Nu teu gedag kaubaran
Sanajan parantos tepang
.
*ummusagara, 27 Maret 2017
READ MORE - Milang Tanggal, Miceun Sono

Read Comments

Surat

Images by google


Saat bebungaan ditaburkan, baju pengantin dijahitkan, undangan disebarkan, dan ijab diqabulkan... Maka saat itulah 'Arsy yang agung terguncang. Karena kuatnya perjanjian yang dipikulkan.
.
Tahukah?
Saat itulah dosamu menjadi dosaku.
Selangkah kakimu mendekati panasnya neraka, dua langkah aku berjalan menujunya lebih cepat.
.
Maka mudahkanlah tugasku.
Ringankan bebanku.
Karena sungguh, menjadi suami yang memikul segala dosamu, adalah berat.
Menjadi ayah untuk anak-anakmu, adalah payah.
.
Sedang rasa rinduku pada ibu, tidak bisa lagi kutuntaskan.
Rambut putihnya, kulit tuanya, mata lelahnya, selalu kurindukan.
Tapi kamu masih merengek, katamu ibuku selalu memancing perang.
.
Foto-foto cantikmu di berbagai akun sosial yang aku tak punya, pergaulanmu dengan teman kerja, selemari pakaian baru berbagai warna, bukankah aku akan turut serta ikut ditanyai oleh-Nya?
Bagaimana jika dikatakanNya bahwa aku tak menjaga?
Tak memberimu ilmu tentangnya?
.
Lalu saat diingatkan, kamu menangis tersedu.
Katamu segala hormon kewanitaanmu memaksaku untuk memahamimu.
Lalu apakah laki-laki tak patut turut merajuk, tersebab tak memiliki hormon yang ada padamu?
.
Sekali lagi, sayang.
Mudahkanlah jalanku.
Aku tahu kamu tulang rusukku.
Bengkok, dan rapuh.
Bila kubiarkan maka engkau akan semakin bengkok.
Dan apabila kuluruskan paksa, maka engkau begitu mudah untuk patah.
.
Tapi, katakanlah.
Aku bukan cenayang yang akan tahu apa yang ada di dalam kepalamu, jika kamu tak bicara.
...
****
Air mataku menetes pelan, semakin lama semakin deras. Membasahi ponsel yang baru saja berbunyi mengirimkan pesan darinya. Pesan dari hatinya. Sungguh, aku telah begitu jahat pada imamku.
.
Lantas aku bergegas ke dapur. Dengan tangan bergetar, membuatkan kopi pahit dengan sedikit gula kesukaanya. Hatiku mencelos. Tapi, biarlah. Sungguh diri ini lupa bahwa segala wangi surga, ada pada ridhanya.
.
Aku mengetuk pintu kamar pelan. Entah harus bagaimana memulai percakapan. Atau apa yang pertama-tama harus kukatakan. Mataku terkunci pada sosoknya. Kudapati ia begitu terlihat lelah. Seorang yang kucinta, tengah terduduk di tepi ranjang. Menunduk, menyimpan segala luka. Dengan raut muka yang tak akan pernah aku lupa.
.
@ummusagara, 24 Maret 2017.

READ MORE - Surat

Read Comments

Filosofi Angsa

Angsa, si unggas cantik. Yang bila disebutkan namanya, otak kita akan menggambarkan seekor burung dengan bulu putih bersih. Dan ternyata, angsa tidak hanya elok rupanya, namun juga perangainya.
.
Hmm, kajian pekanan kali ini murabbiyah saya menyajikan cerita tentang angsa. Sebetulnya saya sudah punya niay baik, setiap dapat materi pekanan, saya akan menuliskannya di blog. Karena apa? Karena dalam "lingkaran", hanya saya yang tidak pegang buku dan pulpen! Rempong sama de Agra yang kalau sudah bosan ditidurin, oek oek. Belum lagi Aa Sagara yang heboh narik2 umminya buat keluar ruangan. Hahaha chaos we pokonamah, hapunten nya buibu :)
.
Tapi, yah itulah. Niat mah sudah ada dari dulu, tapi ternyata belum ada realisasinya sampai sekarang.
.
Tapi kajian kemarin memang berkesan. Kembali pada angsa. Saya baru tahu kalau angsa ternyata bisa terbang jauh. Di negara empat musim, angsa akan terbang jauh ke arah selatan, menghindari musim dingin.
.
 Taken at anehdidunia.blogspot.com
.
Pernah lihat? Kalau di film mungkin pernah. Angsa akan terbang ramai-ramai, membentuk formasi huruf V. Ternyata, ada filosofi dan hikmah luar biasa dari serombongan angsa cantik ini.
.
Fakta angsa terbang ini diantaranya:
1. Dengan terbang berjamaah, membentuk huruf V, angsa bisa terbang 70℅ lebih jauh dibandingkan terbang sendiri-sendiri. Kenapa? Karena angsa yang di belakang gak perlu capek, lapisan angsa di depannya dengan ikhlas akan membuka jalur menantang angin. Jadi yang bagian belakang lebih mudah terbangnya.
.
Nah, kan? Angsa saja bisa tahu manfaat berjamaah, maka mengapa manusia harus sendiri? Jika berjamaah saja kita selemah ini, maka bagaimana jika kita berjuang sendiri? Padahal dari dulu,  di buku paket jadul saat saya masih SD pun, sudah termaktub manusia adalah makhluk sosial. Inget, angsa gak punya buku paket lho ya!
.
2. Ketika angsa di depan kelelahan, mereka akan berputar ke belakang. Dan barisan belakang, gantian menjadi pemimpin, membuka jalan untuk kawannya.
.
Ini, adalah sesuatu yang kadang manusia sulit lakukan. Aman dan nyaman jadi follower. Contoh pendeknya, akhawat kalau mau shalat berjamaah masih patunjuk-tunjuk, gak mau jadi imam. Hehehe.. Sudah sepatutnya kita meniru angsa. Saat pemimpin kita lelah, maka gantikanlah. Lanjutkan estafet perjalanan yang masih panjang.
.
3. Kelompok angsa di belakang, selalu mengeluarkan suara riuh rendah, sehingga angsa-angsa di depan tetap semangat. Semacam cheers kali ya.. Yang penting, saat kita sedang dipimpin, kita harus bisa jadi makmum yang baik. Keluarkan suara-suara oke yang membuat pemimpin kita terpacu semangatnya. Jangan nyinyir, apalagi menjatuhkan. Kalau pemimpinya membawa romobongan ke arah yang benar, maka dukung! Angsa aja tau, kok :D
.
4. Solider tinggi.
Ini yang paling nyes, dan menohok rasa kemanusiaan saya. Ketika ada satu angsa terpaksa berpisah dari rombongan, baik karena tidak sanggup karena lelah, atau tertembak, maka otomatis dua angsa lain akan keluar juga dari rombongan. Mereka akan turun ke bawah, menjaga si angsa lemah. Merawatnya sampai sembuh, atau menungguinya sampai mati.
.
Subhanallah, speechless ya. Kita manusia bagaimana? Bisakah kita semulia angsa? Tanpa menunggu perintah langsung merawat saudaranya walau dengan resiko ketinggalan rombongan.
.
Apa yang akan terjadi dengan angsa yang tertinggal? Mereka akan menyusul dengan kekuatan mereka sendiri. Atau membentuk formasi baru, bergabung dengan angsa lain.
.
Thats it. Be humble, be strong, be brave. We're human, but we aren't care enough, as well as a swan in the sky. See? Manusia jaman kiwari, malah rombongan jadi culik anak!
.
Itu saja yang bisa saya bagi. maapkan kalau gak enak dibaca dan banyak typo. Ini ngetik rurusuhan di kelas pas anak2 lagi pramuka. And here they are comin' back :)
.
Lumayan lah ya, blog saya gak lumutan lagi setidaknya :p
.
Demikian. Salam.
READ MORE - Filosofi Angsa

Read Comments

Rinduku Padamu Saban Pagi

Blog saya usang!
Karatan, berdebu, berbau. Gegara sudah lama tidak disambangi. Ini mungkin yang namanya hiatus :D
.
Bebersih aah.. Coret-coret dikit biar rumah saya ini gak kayak rumah hantu, hiihihiiihiii
.
Mainan itu berserakan. Sudah ia susun keping-keping puzzle itu dengan sempurna. Mobil-mobilan yang menarik hatinya di hari pertama, kini sudah usang baginya. Tak lagi menarik. Hanya satu yang ia inginkan, bertemu ummi, abi, dan adiknya. Lantas bercanda bersama, tertawa, atau sekedar tiduran di paha umminya sambil bercerita.
.
Pengasuh itu baik hati. Ia menyeka ingus di hidungnya denga hati-hati. Tapi ia marah, seperti saat ummi atau abinya yang memebersihkan hidungnya.
.
"Ummi mana?" Anak kecil itu bertanya. Mencoba berdamai dengan rindu di dada.
"Ummi lagi ngajar, sayang." Si pengasuh menjawab.
"Abi?"
"Sama, abi juga kerja. Dah, main dulu sana."
.
Anak itu menurut. Rasa rindu itu ditekannya. Lantas berlarian di dalam rumah itu, bersama kawan-kawannya. Kawan yang bernasib sama, dari pagi hingga petang harus membunuh waktu (dan rindu) di sana. Tapi, bukan anak kecil namanya. Jika ia tidak menikmati waktu mereka.
.
Kaki kecilnya bergerak riang, mulutnya berceloteh. Kepalanya miring ke kiri dan ke kanan seiring dengan pengasuhnya yang mulai menyanyikan lagu anak. Ia tertawa, begitu lepas. Sesekali, masih teringat pada orang tuanya, namun tak lagi memberenggut.
.
Matahari pongah. Panasnya menari di kaki langit. Satu dua bocah itu lelah, lalu jatuh lelap. Ia mengikuti kemauan matanya yang memberat. Sambil duduk memegangi bola plastik berwarna biru, ia menguap. Pengasuhnya cepat tanggap, lantas digendongnya anak itu dan dipindahkan ke kamar tidur. Di tepuk-tepuk sebentar, lalu hilang kesadarannya. Ia tertidur dengan segera. Mimpinya siang itu, ia naik minibus bersama ummi, abi, dan adiknya. Ke suatu tempat, yang oleh orang tuanya dinamai apa, ia lupa.
.
***
Si anak kecil dengan riang gembira sedang bermain di halaman belakang. Sudah lupa pada rindunya.
"Kaka, dijemput Bunda." Kawan sepermainannya melonjak girang. Meninggalkannya tanpa pamit. Terlalu girang ingin segera bergelayut di lengan Bundanya.
.
Lalu anak itu menangis. Satu, karena temannya pulang. Dua, kenapa saya tidak dijemput juga? Itu yang ada dalam kepalanya. Beberapa menit kemudian, satu demi satu kawannya pulang dijemput orang tuanya masing-masing.
.
Ia bergeming. Tas bergambar McQueen dan jaket kepik kuningnya sudah ia pegangi.
.
"Sagara, tuh ummi." Lalu terbitlah senyum tulusnya yang sempat hilang.
"Ummi, ummi, ummi. Asiiik ummiiii." Ia melompat-lompat.
.
Yang dipanggil ummi, segera bertanya satu dua hal tentang anaknya pada pengasuh. Hal-hal sepele untuk orang lain, namun sebetulnya amat penting untuknya.
.
Apakah hari ini bekalnya habis?
Apakah ia tidur siangnya lama?
Apakah ia pipis di celana?
Dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.
.
Lalu si anak dipegangi tangannya, pamit dari rumah bersih bertuliskan "daycare Al-kahfi." Si anak bergelayut di tangannya. Bercerita tentang segala sesuatu yang luput dari penglihatan ibunya. Mulutnya bicara, matanya bicara, setiap inchi tubuhnya bicara. Ibunya mendengarkan seolah hal itu adalah informasi paling penting di dunia.
.
Berdua mereka berpegangan tangan. Menyusuri jalan kecil, melepaskan rindu yang melekat seharian. Ajaib, penat si ibu, seketika hilang.
.
.
.
.
Hal ini, sayang, akan kembali berlanjut, beratus hari kemudian. Sabar dan ikhlas ya sayang. InsyaAllah walaupun ummi harus bekerja, ummi titipkan kamu pada sebaik-baik penjaga. Daycare, hanya tempat singgah dan main setiap hari. Sesungguhnya yang menjagamu adalah Allah. Kamu dalam sebaik-baik penjagaanNya. Di daycare, paling tidak, kamu steril dari gadget yang mulai merongrong :D
.Senja ini, segala wangi rindu kulumat habis. Rindu memang terbunuh, namun ia pasti kembali bertumbuh, esok hari...

Tetaplah seperti ini; berpegangan tangan menyusuri jalan, bertukar cerita, membunuh rindu, mengabsen layang-layang, laba-laba, genangan air, lubang di jalan, dan gemericik air di kolam ikan...
.

READ MORE - Rinduku Padamu Saban Pagi

Read Comments
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men