Setahun
lebih blog ini tidak berfungsi. Saya jadi bertanya, jangan jangan memerlukan
kejadian besar dulu baru mau menulis? Hmm.. sudahlah. Hari ini, tetiba ingin
menulis. Mungkin karena masih hangat, saya membaca novel Andrea Hinata, Ayah,
yang memanggil bagian lain dari sisi saya untuk menulis.
Hari
ini, pukul 15.16, setelah mengikuti rapat sosialisasi UKG di SDN 1 Langensari,
sekarang saya duduk di kursi ruang bayi. Menunggui Sagara yang sedang tertidur
pulas, sambil telungkup. Badannya yang gendut terlihat naik turun, nyeyak
sekali tidurmu, Nak.
Sudah
satu tahun usianya. Sudah banyak sekali kelucuan dan keluguan yang bisa
diperlihatkannya. Membuat saya, seringkali, ingin menatapnya lama lama di ruang
bayi. Yah, begitulah. Kadang saya merasa kasihan pada Sagara, sejak bayi sudah
harus ikut Umminya kerja. Saban hari, Sagara dititip di daycare sekolah. Ada dua
pengasuh di sana, mengurus lima bayi yang kesemuanya adalah guru di sekolah
saya.
Kadang,
saat pagi hari saya meninggalkan Sagara dan melambai lambai tangan, pamit untuk
masuk kelas,Sagara hanya tersenyum memandangi saya menjauh. Kadang juga
menangis dan merangkak menuju pintu. Jangan tanya mana yang lebih mending,
karena kedua hal itu di mata saya sama saja. Berat meninggalkannya. Melankolis ya...
apalagi kalau mau flashback, sekitar tujuh atau delapan bulan lalu, saya sempat
di panggil kepala sekolah, ke kantornya. Jadi terdakwa.
Haha,
ya, benar, terdakwa. Sebab musababnya adalah, karena saya setiap pagi berlama
lama di ruang bayi. Sehingga jam cerita pagi, selalu diambil alih oleh
pendamping saya. Tapi itu dulu, ketika saya menjadi wali kelas di kelas 1, dan Sagara masih asi ekslusif. Dan,
pemirsa, tangis Sagara kalau mau ngAsi, itu suaranya waw banget ^.^; membuat
saya si Ibu yang punya anak pertama itu merasa tidak tega, walau jarak daycare
dan kelas saya hanya terpisahkan oleh toilet dan dapur.
Yah,
tapi itu dulu. Kinerja saya merosot drastis, disamping masih beradaptasi dengan
bayi, kelas yang diamanahi kepada saya, itu juga luar biasa. Anak ikhwannya
hiperaktif semua. Setiap setelah wudlu, mereka tidak masuk kelas. Tapi lari
lari. Saya, dan Bu Novi, guru pendamping, kerap harus mengejar2 mereka yang
bisa berlari ke belakang TK, bahkan belakang SMP. Haha, benar benar tahun yang
sulit.
Dan
sekarang, kehidupan saya di sekolah sudah mulai normal. Saya diamanahi kelas 4
yang cenderung lebih mudah dikondisikan. Sagara juga sudah “anteng” dengan
makanan dan mainan. Sagara bisa bertahan sampai ashar tanpa ASI. Jadi saya
paling hanya menengok di saat dzuhur saja.
Menjadi
seorang ibu, guru, dan istri. Betapa berat dan banyaknya yang harus saya
kerjakan. Bayangkan saja, setengah tujuh saya harus sudah berangkat (yah, dan
betapa krusialnya jam jam sebelum berangkat sekolah). Tugas di sekolah rampung
pukul tiga. Tapi harus menunggu Abi, yang bubar sekolahnya jam 4. Sampai ke
rumah pukul setengah lima. Berleha leha, meluruskan pinggang, memandikan
Sagara, tahu tahu sudah magrib. Lalu sholat, lalu makan, tahu tahu sudah isya.
Setelah
isya, badan yang letih biasanya menuntut untuk segera tidur. Sementara itu,
tumpukan piring kotor, bundelan bundelan pakaian yang belum di setrika,
tumpukan baju kotor di mesin cuci, dan “peralatan tempur” Sagara yang berserak
di segala penjuru, menunggu untuk disentuh. Lalu dimana letak “me time” yang
selalu disinggung oleh psikolog, betapa “me time” bagi seorang ibu itu sangat
penting.
Oke,
apa itu “me time?”
Yaitu
waktu untuk melepas segala penat, dan dihabiskan sendiri. intinya waktu untuk
melayani diri sendiri. lupakan sejenak kewajiban, dan berikan sedikit waktu
untuk dinikmati sendiri. yah, faktanya, hal itu sulit sekali didapat. Saya curi
curi waktu, biasanya sambil menyusui, sambil menyalakan laptop, menonton.
Lalu
Senin menjadi Jumat, lalu senin lagi. Begitu saja terus kegiatan setiap hari. kadang
bosan, kadang lelah. Tapi terkadang senyum si kecil yang tulus bisa meluruhkan
semuanya. Satu senyum centilnya, yang kalau tertawa matanya jadi sipit, belum
lagi ditambah dengan gaya centil dengan senyum yang ditutupi telapak tangan,
bisa membuat rasa lelah itu hilang (walau sesudah itu datang lagi), hehe
All i
wanna say here is... thank you Sagara, for being my greatest motivator. Maybe im
not a good mom for you, but all i’ve done, all i will do, always put your name
behind...
Bahasa
inggris ancur, nulis ancur, benar2 tumpul nih syaraf2 di otak kayaknya.. gara2
belum bisa optimalisasi waktu... dan potensi... ya sutralah, just wanna write
something... (dan sampai tulisan ini selesai, Sagara masih tertidur pulas ^.^)
Daycare room,
12 Oktober 2015