Sandal Jepit Putus

Dulu, pas lagi getol-getolnya ikut lomba nulis, saya sempat ikutan lomba penulisan FF (cerita pendek yang maksimal 500 kata). Banyaaak banget yang saya ikuti, ada yang berhasil lolos dan berhadiah pulsa, ada yang dimasukkan buku antologi, lebih banyak lagi yang ditolak. Ini salah satu yang ditolak. Pas dibaca lagi sekarang, memang rada aneh.. pasti biknnya buru-buru.. keliatan banget ngetik ceritanya dipersingkat, takut lebih dari 500 karakter kali, ya? Hehehe... Lumayan lah FF-nya buat penuh-penuhin blog sendiri ^_^

Sandal Jepit Putus

“Kenapa sih, sandal jelek kayak gitu masih kamu pake juga?” Sri memandang heran pada Kia.     
“Kesayangan, Sri.” Jawab Kia cuek, mulutnya penuh oleh bakso, membuat pipi putihnya menggembung.
“Kan malu, Ki. Sendal kamu itu, aduh...” Sri menggelengkan kepalanya. Yang diceramahi malah melotot. Bukan marah, tapi sepertinya bakso yang dimakan kelewat pedas. Lantas ia meraih gelas berisi air putih, nasib air itu tamat dalam sekali tenggak.
“Udah gak usah bawel. Ini sendal keramat pokoknya. Tak tergantikan. “
Kurang lebih sudah dua bulan Kia memakai sandal butut itu. Sandal jepit karet yang sudah putus. Mungkin, dulu warna dasarnya putih. Tapi sekarang sudah cokelat kusam. Dasarnya sudah sangat tipis, dengan banyak sekali baret.  Sandal sebelah kanan kondisinya lebih kritis dari yang kiri. Talinya yang putus disambung paksa, direkat oleh tali. Mending kalau warnanya merah, senada dengan warna tali sendalnya, lha ini, kuning! Kia nyaris memakai sandal ini seharian penuh. Tak peduli pergi kemana, dengan siapa. Namun untungnya Kia masih cukup waras untuk tetap memakai sepatu hitam ke sekolah. Jika ditanyai sejarah sandal itu, Kia tetap bungkam. Ia tidak mau bercerita, bahkan pada Mamanya sendiri.
*
“Mama, liat sandal jepit Kia enggak?”
“Yang putus itu? Tadi Mama buang ke tempat sampah.”
Kia langsung berlari ke luar. Membuka pintu pagar dan segera memeriksa bak sampah. Dengan kaki, ia mencari sendal jepit kesayangannya. Kakinya bergerak lincah, berharap menemukan sandal yang ia cari. Namun ternyata sandal itu tak bisa ditemukan. Akhirnya tanpa ragu, tangan Kia turun ke medan tempur. Diabaikannya bau tidak sedap yang menguar merasuki lubang hidungnya.
“Kia?” ia tidak menoleh. Ia abaikan Mamanya dan tetap mencari.
“Maaf, Nak. Sandalnya Mama sembunyikan. Mama ingin tahu ada apa sebenarnya dengan sandal itu. Ceritakan, nanti Mama kembalikan sandalnya.”
Kia menarik nafas panjang. Dipandangi Mamanya dengan sedikit kesal.
“Mam, dulu aku shalat di masjid alun-alun. Terus sandalku hilang. Uangku cuma ada untuk naik angkot. Jadi aku terpaksa pulang gak pakai sandal. Orang-orang cuma ngeliatin, gak ada yang peduli. Sampai ada anak seusiaku, namanya Yeyen. Dia pemulung, Mam. Dia memberikan sandalnya. Asalnya aku gak mau, kasihan. Tapi dia tetap maksa. Dia bilang, gak pantas orang kaya seperti aku kalau pulang gak pakai sandal.”
Ibu Kia mulai mengerti jalan pikiran anaknya. “Terus gimana, Nak?”
“Dia bilang, pakai saja. Saya sudah biasa, kok. Mudah-mudahan di perjalanan pulang nanti, saya bisa nemu sandal di tempat sampah. Nah, sejak hari itu, aku bersahabat sama Yeyen. Aku sering bawakan dia buku, Mam. Dan dia bilang, sandal ini hadiah persahabatan untukku. Jadi ayo balikin sandalnya, Mam...”
Mama Kia memeluk putri kesayangannya erat-erat. Dia bangga sekali pada Kia.
“Aduh, sayang. Kamu bau banget. Mama jadi ikut-ikutan bau sampah.” Ujar mamanya sambil pura-pura meringis.
***

Read Comments

2 komentar:

Anonim mengatakan...

like, that all

Unknown mengatakan...

sankyuu....

Posting Komentar

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men