Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi
danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput,
Tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan
kecil,
Tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten, tentu harus ada awak kapalnya
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya
nilai dirimu
Jadilah saja dirimu
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
(Taufiq Ismail – Kerendahan Hati)
Puisi
itu sudah saya baca berkali-kali, karena puisi itu ada di belakang buku
penghubung di sekolah. Buku yang mengabarkan aktivitas anak setiap hari kepada
orang tuanya. Dan saya, hari ini tiba-tiba merasa puisi itu memiliki bobot
lebih, mengandung makna yang semakin dalam, manakala saya memang merasa saya
tidak bisa menjadi seorang kapten—pun masih terseok-seok sebagai awak kapal.
Lagi,
katanya jangan pernah menyalahkan siapapun. Kenapa hujan
datangnya dari awan. Kenapa gajah mempunyai gading. Kenapa jari
kelingking lebih kecil dari jari
telunjuk. Semuanya mungkin mengandung harmoni. Yang jika hilang salah
satunya, akan membuat dunia ini tak lagi
asyik.
Mungkin
Anda pernah mendengar, “apa yang akan
terjadi jika di dunia ini hujan uang?” sebuah
lelucon yang sering diputar ulang. Saya mendapat pertanyaan itu sudah amat lama,
mungkin saat saya masih berponi dan memakai seragam merah putih.
Tidak butuh waktu lama
bagi saya untuk menemukan jawabannya. Karena sudah pasti saya akan senang. Saya akan membeli cokelat, permen, es
krim, sebanyak yang saya mau. Saya juga mau berikan uang kepada orang tua saya,
untuk membeli ini dan itu.
Lalu
pertanyaan kedua dari lelucon itu adalah, “memangnya
siapa yang mau jual cokelat? Es krim? Kan pedangangnya juga sudah punya uang
banyak. mereka tidak perlu kerja lagi.” Tiba-tiba saya terdiam. Lalu pikiran
saya berlari ke pasar yang kadang saya datangi bersama Ibu saya. Saya ingat
tukang majalah bekas—tempat saya membeli majalah bobo yang sudah usang dengan
harga murah. Saya ingat tukang kangkung, sayuran favorit saya. Saya ingat
tukang jepit rambut yang membuat saya selalu berhenti sejenak dan merengek pada
Ibu, minta dibelikan model baru.
Oh, iya ya? Kalau semua orang jadi kaya,
siapa yang mau gantikan mereka jualan?
Dari situ, mungkin ada nilai-nilai filosofis
yang ditanamkan. Ada pembelajaran yang tidak disadari masuk ke dalam hati saya.
Yang mungkin baru saya sadari setelah saya sebesar ini. Bahwa Allah, telah
merancang kehidupan sedemikian rupa untuk mengindahkan dunia yang
diciptakan-Nya. Banyak orang kaya, banyak juga yang kurang kaya. Yang cantik,
dan kurang cantik. Yang pintar, dan kurang pintar. Yang putih, dan kurang
putih.
Esensinya
adalah, bagaimana mungkin kita merasa lebih dari orang lain, sedang orang lain
itu adalah indikator dari kelebihan yang kita miliki. Katakanlah saya kaya. Kenapa
saya harus menghina orang miskin? Sedang saya dikatakan kaya, karena ada
orang-orang miskin. Atau contoh lain
yang memang hanya berisikan antonim-antonim yang saru.
Sekali
lagi, dunia ini butuh penghuni yang akan meramaikan. Dunia ini butuh “letupan-letupan
kecil” yang sengaja dirancang oleh-Nya agar lebih ramai. Tidak semua orang
harus jadi kapten. Tidak semua orang harus jadi presiden direktur. Tidak semua
orang harus pintar. Kita dilahirkan sudah sepaket dengan segala watak, dengan
segala sifat, dengan segala aksesoris yang telah dipatenkan oleh buku-Nya.
Tugas
kita selanjutnya adalah, bagaimana kita bisa memaksimalkan “jatah” yang telah
diberikan itu. Bagaimana kita bisa mengoptimalkan modal yang dipinjamkan pada
kita sebelum Sang Pemberi Modal,
mengambil kembali semua titipannya.
Saya
adalah orang yang tidak bisa menjadi beringin di puncak bukit. Saya mungkin
juga bukan belukar di tepi danau. Atau rumput yang memperkuat tanggul. Bukan pula
jalan kecil yang membawa orang kepada mata air.
Saya
hanya seorang perempuan, sulung yang
mempunyai adik yang baik, orang tua yang luar biasa. InsyaAllah seorang calon
istri, seorang calon ibu, seorang guru, merangkap seorang murid. Saya yang ingin
memperbaiki diri. Yang ingin belajar, yang ingin berjalan, dan berlari bersama,
menuju suatu proses pendewasaan, yang memang tidak mudah. Anda mau berjalan dan
berlari, sekali lagi, bersama saya?
Although they plan, Alloh also plans.And
Alloh is the best of planners.(Q.S Al-anfal:30)
0 komentar:
Posting Komentar