Tujuh Tahun yang Tergadaikan

Sakit! Hatiku sakit, hancur. Layaknya mainan kaca yang kau lempar sekenanya ke batu. Hancur berkeping-keping. Kemana memori tujuh tahun itu kau gadaikan? Kepadanya yang terlihat lebih indah? Atau pada berlembar rupiah yang tak seberapa? 
.
Kukira kamu perempuan yang berbeda.
Memori itu kupeluk erat. Kuingat-ingat aroma parfum di badanmu. Kukristalkan senyum dan rona wajahmu. Kukunci erat perubahan ekspresimu. Tujuh tahun, menurutku adalah angka yang fantastis. 
.
Berapa kali kau murka padaku? Berapa kali juga kau membuatku membuang waktu, demi menungguimu. Pernahkah aku mengeluh?
.
Rasanya akan abadi. Saat kita berdua menelikung mimpi. Menyusuri jalan-jalan lengang di malam hari. Menikmati siraman lampu jalan di kota yang tak pernah mati. Kau dan aku, selayaknya mereka yang berbahagia, terasa begitu sempurna.
.
"Aduh, maaf banget ya.. Kamu pasti kedinginan." Aku tersedot ke ingatan, entah kapan. Karena aku alpa akan segala, terutama penamaan waktu. Tapi tentang kamu, tak ada yang luput dari ingatanku.
.
Aku memperhatikan baju toscamu yang mulai terkena tempias hujan. Rinai yang menyebar di anak rambutmu, membuat dirimu tampak semakin indah.
"Tidak apa, aku sudah terbiasa menunggumu. Mari kita pulang." Aku berkata pelan. Terbatuk sebentar, lalu bergandengan, menemanimu. Lagi, membelah jalan yang mulai lengang.
.
"Hari ini melelahkan sekali. Pekerjaan tak kunjung habis." Seperti biasa, kau mulai meracau. Tapi sederet keluhan dari bibir mungilmu masih lebih indah dari nuansa senja. Mungkin aku terlalu cinta. Kamu menumpahkan segala penatmu di hari itu. Dan aku, bagai danau yang menampung hujan, tak pernah menolak untuk jadi penampung segalamu.
.
"Aku lelaaaaah... Antarkan aku ke cafe itu dulu, ya sayang. Segelas kopi mungkin bisa membuatku lebih berdamai dengan penat ini." Lalu senja itu kita habiskan berdua. Aku turut menikmati kebersamaan itu bersamamu. Mengamini setiap ucapmu.
.
Tujuh tahun kebersamaan kita yang tergadaikan. Sepertinya do'aku pada Tuhan kurang kencang. Hingga sekarang ternyata kau harus pergi, menggelincir dari pelukanku. Bolehkah aku berunjuk rasa padamu, Tuhan?
.
"Maafkan segala salahku padamu, sayang. Semoga kamu bisa menemukan yang lebih baik dariku." Jemari halusmu menggurat punggungku. Mungkin penyesalan itu ada juga padamu, walau tak sebesar penyesalan milikku.
.
Hari terakhir membersamaimu. Ternyata harus tiba. Aku mencoba untuk menikmati sesaknya melepaskan. Tidak akan mudah, aku tahu. Tapi mungkin bahagiamu, juga adalah citaku. Saat ini udara terasa menipis. Paru-paruku terasa sempit.
Kamu terlihat cantik dengan baju coklat muda hari ini. Ah, mengapa aku masih harus terpesona padamu yang akan mencampakkan aku.
.
Kamu berusaha membuka percakapan. Tapi aku tak sudi mengucap kata pisah.
"Terima kasih untuk tujuh tahun kita yang penuh cerita. Sepertinya kesehatanmu semakin memburuk, Sayang." Bukannya menjawab, aku malah terbatuk. Lagi, dan lagi.
.
Kamu mengelusku pelan, lalu kembali menggandeng tanganku. Kita kembali menelusuri jalanan yang sama. Lantas kamu meninggalkanku sendiri di parkiran kantormu, seperti yang sudah-sudah.
.
"Hari terakhirmu bertugas, sayang. Nanti baik-baik ya sama pemilik barumu." Aku tergugu, mencermati puluhan motor baru yang lebih mentereng di sekitarku. Kira-kira, yang rupanya seperti apa nanti pengganti diriku? 
.
Ah, aku tak mau membayangkannya. Sudahlah. Hari ini, dengan takzim aku akan kembali bertugas. Hari terakhir aku membersaimu setelah tujuh tahun, yang pasti akan kurindu.

Bandung, 13 Oktober 2016

#OneDayOnePost
#Fiksi

Read Comments

7 komentar:

Wiwid Nurwidayati mengatakan...

Bagus Mb..aslinya antara paragraph ada spasi nggak?

Wiwid Nurwidayati mengatakan...

Bagus Mb..aslinya antara paragraph ada spasi nggak?

Unknown mengatakan...

Ngetiknya pakai hp mbak wied.. Tadinya sih ada,tp pas di publish jadi pada dempet begitu ya

Musabbiha el Abwa mengatakan...

keren mbak Siti

Nazlah Hasni mengatakan...

sipppp

Unknown mengatakan...

Ngetiknya pakai hp mbak wied.. Tadinya sih ada,tp pas di publish jadi pada dempet begitu ya

Sitampan Tampan mengatakan...

waduh aku jadi tersedot ke ingatan lama kak.. nice artikel, tetap semangat menulis ya k Ummu..


Salam kenal ya Tran Ran - Inspirasi Hati

Posting Komentar

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men